Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi UU tentang advokat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar Sidang Perkara No. 35/PUU-XVI/2018 perihal Pengujian Undang-Undang No.18 tahun 2003 tentang Advokat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Senin (17/12). 

Uji materi itu diajukan pemohon Bahrul Ilmi Yakup, Shalih mangara Sitompul, Gunadi handoko, Rynaldo P.Batubara, dan Ismail Ngaggon. Para pemohon  merupakan advokat yang tergabung dalam organisasi Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) . 

Pengajuan permohonan ini berkaitan dengan ketentuan mengenai wadah tunggal advokat dalam UU no.18 tahun 2003 tentang advokat yang mempersoalkan mengenai “Frasa organisasi advokat” dalam Pasal 1 ayat (4); Pasal 2 ayat (1), pasal 3 ayat 1 huruf  f; Pasal 4 ayat (3); pasal 7 ayat (2);  Pasal 8 ayat (1) huruf C, Pasal 11; pasal 12 ayat (1) ; pasal 13 ayat (1) dan (3); Pasal 23 ayat (1); pasal 26 ayat (1) hingga ayat (7); Pasal 27 ayat (1), (3), (5); pasa; 28 ayat (1), (2) dan (3); Pasal 29 ayat (1), (2), (4) dan (5); Pasal 30 ayat (1); Pasal 32 ayat (3) dan (4); Pasal 33; dan Penjelasan Pasal 3 huruf F dan pasal 5 ayat (2).  


Para Pemohon berpendapat Organisasi Advokat boleh saja banyak tetapi organisasi advokat yang menjalankan kewenangan dalam Undang-undang advokat harusnya ditetapkan hanya satu, dalam hal ini PERADI, agar ada kepastian hukum. 

Menurut Bahrul Ulum Yakup, selaku pemohon pertama dalam, frasa organisasi advokat yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut diatas mengandung lebih dari satu pengertian.

"Sehingga, menimbulkan multi tafsir (ambigu). Hal ini melenceng dari ketentuan norma hukum yang baik yaitu harus bersifat jelas, padat dan lengkap/utuh,” katanya, Selasa (18/12).

Shalih Mangara Sitompul, selaku Pemohon kedua menambahkan, saat ini Frasa Organisasi advokat telah dimanipulasi oleh berbagai pihak.

Akibatnya, banyak bermunculan organisasi advokat yang megklaim dirinya seolah-olah sah dan berwenang menjalankan organisasi advokat sesuai ketentuan dalam UU Advokat. 

Misalnya, menyelanggarakan pendidikan Calon advokat, mengangkat advokat, menyelenggarakan ujian Profesi Advokat, melakukan pengawasan dan menjatuhkan sanksi etik kepada advokat, dan kegiatan lain yang diatur oleh ketentuan UU Advokat, hal ini jelas tidak benar.

Pada sidang hari ini, Pemohon mengajukan Yusril Ihza Mahendra selaku Ahli yang memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (selanjutnya disebut UU Advokat) terkait menguji frasa kata “Organisasi Advokat” yang terdapat dalam keseluruhan norma undang-undang tersebut terhadap norma konstitusi di dalam Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 28D ayat (1) yang memuat norma adanya hak dan jaminan kepastian hukum yang adil bagi setiap orang. 

Yusril Ihza Mahendra sebagai salah seorang saksi sejarah dan pelaku yang secara aktif terlibat dalam perumusan RUU Advokat ini, dan ketika itu bertindak mewakili Presiden RI Megawati Sukarnoputri membahas RUU ini dengan DPR sampai selesai dan disepakati bersama untuk disahkan menjadi undang-undang menyampaikan. 

“Terhadap organisasi profesi, demi menjaga kualitas profesionalitas seseorang dalam menjalankan profesinya, Pemerintah menganut kebijakan untuk membentuk hanya satu organisasi dalam profesi tertentu. Hal ini berlaku antara lain pada profesi jabatan notaris, dokter, tenaga kesehatan, insinyur dan advokat. Pembatasan ini bukanlah untuk mengekang kebebasan berserikat dan berkumpul dalam arti yang luas, namun semata-mata ditujukan untuk menjaga standar, kualitas dan profesionalitas, penegakan etika profesi, penjatuhan sanksi dan seterusnya, ketika seseorang dalam menjalankan profesinya memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pembatasan seperti itu hanya dimungkinkan dilakukan dengan undang-undang”.

Yusril berpendapat alangkah baiknya jika Mahkamah Konstitusi yang salah satu tugasnya adalah menjaga tegaknya negara hukum yang konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 untuk mengambil keputusan guna mengakhiri sifat multi tafsir terhadap frasa kata Organisasi Advokat dalam Undang-Undang Advokat ini. 

Putusan ini akan menjadi sangat penting dan monumental untuk melengkapi penegasan Mahkamah dalam pertimbangan hukum putusan sebelumnya yang dengan tegas telah menyatakan bahwa Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi Advokat pada dasarnya adalah “organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri”. 

Karena “dia” adalah “organ negara” maka sifat multi tafsirnya harus dihilangkan, dan penjelmaannya ke dalam wadah organisasi seharusnya bersifat tunggal, bukan banyak seperti terjadi sekarang ini. Sidang selanjutnya akan digelar kembali pada kamis tanggal 10 Januari 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .