Maju mundur kebijakan impor beras



Kebijakan impor beras santer menguar sejak September. Ini lantaran sejumlah faktor bisa menghambat produksi padi di tahun  2015 ini.

Pertama, kemarau panjang atau El Nino bisa membuat pasokan beras mengalami penurunan.  Gagal panen akibat kemarau banyak dikhawatirkan akan menyusurkan panen.

Kedua, penyerapan beras Bulog tahun ini tak optimal, terutama di semester I tahun ini,  meski Bulog mengklaim penyerapan beras mencapai 2,5 juta ton atau sesuai target yang diusung awal tahun.


Pasalnya, penyerapan itu membuat Bulog kini hanya memiliki stok beras di gudang 1,7 juta ton. Bila dihitung dari ketahanan pangan, jumlah ini mengundang kecemasan berbagai pihak, terutama dari Bulog sendiri.

Djarot Kusumayakti, Direktur Utama Bulog menyebut, dari total stok beras Bulog, saat ini stok beras medium untuk public service obligation (PSO) hanya sebanyak 1,1 juta ton. Sedang, 600.000 ton sisanya adalah beras premium untuk pasar komersial.

Djarot bilang, stok beras medium bakal keluar sekitar 500.000 ton pada Oktober dan November untuk menyalurkan program beras miskin (raskin). Setiap bulan, program raskin membutuhkan stok beras sekitar 250.000 ton. Dan, pada bulan Desember,  penyaluran akan menjadi dobel, seiring dengan rencana pemerintah menambah beras raskin. Alhasil, di bulan Desember, Bulog harus mengeluarkan beras  hingga 500.000 ton.

"Sampai akhir Desember stok beras masih cukup, tapi hampir habis," ujar Djarot, Minggu (27/9).  Sampai akhir tahun, Bulog hanya memiliki 100.000 ton beras medium.

 Angka ini tak akan cukup mengamankan pasokan hingga menunggu panen pada Maret dan April tahun depan, kecuali pemerintah mengambil langkah impor beras.

Benar, pada musim panen padi yang hampir berakhir seperti sekarang, Bulog bisa membelinya Hanya, Bulog mengaku kesulitan mencari beras sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk dikemas menjadi beras medium.

Pasalnya, banyak beras yang beredar di petani adalah beras premium yang harganya d iatas HPP sebesar Rp 7.260 per kilogram (kg).

Jika opsi impor beras tak dibuka pemerintah, Bulog harus siap mengeluarkan stok beras premiumnya untuk menyalurkan raskin Januari 2016 mendatang.

Winarno Tohir, Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) menyebut, sulit jika Bulog berharap menyerap beras medium ketika musim panen padi petani sudah berakhir.

Menurutnya, pada tahun ini petani mulai beralih untuk memproduksi beras premium karena selisih harga dan keuntungan yang bisa dikantongi petani lebih besar.

Kecenderungan petani lebih memilih beras premium tampak. Di Pasar Induk Beras Cipinang stok beras melimpah. Menurutnya, jika bulan Agustus lalu stok beras hanya 44.000 ton, di September mencapai 50.000 ton.

"Tapi harga beras tidak turun meski stok melimpah karena beras tersebut jenis premium," ungkapnya.

Namun, impor nampaknya juga sulit, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat di Karawang mengaku tak akan tergesa-gesa mengambil keputusan impor. Menurutnya, pemerintah masih menghitung dengan teliti ketersediaan beras. "Kalau impor beras, nanti petani tak semangat menanam padi," ujar Presiden.

Kemtan juga cenderung menahan impor karena  menunggu panen padi hasil optimalisasi lahan rawa 237.700 hektare dengan potensi produksi 950 800 ton gabah kering giling (GKG).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri