Makan Siang Gratis Momentum Swasembada Daging & Susu, Realistis Apa Pesimstis?



KONTAN.CO.ID. JAKARTA. Presiden Terpilih Prabowo Subianto mengumumkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), termasuk minum susu, akan menjadi langkah awal menuju bagi Indonesia menuju target swasembada daging sapi dan susu. Program ini diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah untuk serius menggarap percepatan swasembada bahan pangan tersebut.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran, Thomas Djiwandono, menyampaikan alokasi anggaran makan siang gratis sebesar Rp 71 triliun untuk MBG pada tahun 2025.

Baca Juga: Menyiapkan Strategi Program Makan Siang Gratis


Dengan alokasi per anak sebesar Rp15.000, program MBG akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) masing-masing dengan ketentuan harus sesuai alokasi anggaran yang ditetapkan. Namun, anggaran ini belum termasuk menu susu yang diharapkan dapat diatur lebih lanjut oleh Pemda.

Tantangan  Swasembada

Meskipun program ini menjadi langkah awal yang signifikan, mencapai target swasembada daging sapi dan susu bukanlah hal mudah. Khudori, Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), menyebut bahwa target ini membutuhkan waktu, investasi besar, dan keterlibatan semua pemangku kepentingan.

"Memang tidak mudah untuk mencapai target swasembada daging dan susu sapi, tapi kalau tidak dimulai, tidak serius dan fokus, target ini tidak akan tercapai," ujar Khudori kepada KONTAN, Jumat (3/7/2024).

Khudori menambahkan bahwa swasembada daging sapi pernah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) namun gagal karena target yang meleset. Salah satu penyebabnya adalah minimnya pasokan bibit atau sapi indukan, baik lokal maupun impor.

Baca Juga: Pangkas Subsidi BBM dan LPG Demi Makan Siang Gratis, Rakyat Kecil Bisa Jadi Korban

Tantangan Pengadaan Sapi Indukan 

Khudori mengungkapkan bahwa pengadaan sapi indukan mencapai 3,2 juta ekor bukanlah hal mudah. "Tidak semua negara bisa memenuhi pasokan tersebut, artinya harus impor dari sejumlah negara seperti Australia, Brasil, dan India," jelasnya.

Pengadaan dari negara lain juga menghadapi tantangan politik. Negara eksportir belum tentu mau memenuhi kebutuhan sapi indukan Indonesia karena khawatir kehilangan pasar besar Indonesia jika berhasil swasembada.

Selain itu, bibit sapi indukan lokal juga masih diragukan kualitasnya. Menurut Khudori, sapi Bali yang dimiliki Indonesia sudah tidak murni lagi karena terjadi kawin campur atau silang. Memurnikan bibit untuk indukan sapi membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Kolaborasi dengan Peternak Rakyat 

Khudori juga menekankan pentingnya skema kerjasama yang melibatkan banyak pemangku kepentingan, terutama peternak rakyat. "Jangan sampai peternak rakyat cuma jadi penonton saja, karena produksi daging maupun susu sapi ujungnya dikelola oleh perusahaan besar," kritiknya.

Program MBG yang dicanangkan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto diharapkan dapat menjadi langkah awal yang konkret dalam upaya percepatan swasembada daging sapi dan susu di Indonesia. Namun, kesuksesan program ini membutuhkan kerjasama dan komitmen semua pihak terkait.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Syamsul Azhar