JAKARTA. Upaya pemerintah memperketat impor produk makanan lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 56/2008 rupanya tidak efektif. Arus impor produk makanan dan minuman tetap saja deras. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) melaporkan, nilai impor produk makanan dan minuman sepanjang kuartal I-2011 mencapai US$ 44,89 juta. Nilai impor itu meningkat 5,98% dibanding periode sama pada tahun sebelumnya yang sebesar US$ 42,35 juta. Sekretaris Jenderal Gapmmi, Franky Sibarani menjelaskan, keberadaan produk impor itu mengancam produk lokal. Berbeda dengan sektor lain, makanan impor itu bukan hanya datang dari China, melainkan juga dari negara-negara ASEAN. "Daya saing produk mereka jauh lebih baik," kata Franky, Minggu (17/4).
Produk makanan dan minuman asal Malaysia mendominasi impor selama kuartal I -2011 dengan nilai US$ 6,72 juta atau setara 14,98% dari total impor. Posisi kedua ditempati makanan dari China dengan nilai US$ 5,46 juta, Thailand senilai US$ 5,3 juta, Singapura US$ 3,55 juta dan Filipina US$ 2,93 juta.Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi menilai, kenaikan impor makanan dari negara-negara ASEAN, terutama asal Malaysia, karena rasa makanan itu lebih sesuai dengan selera orang Indonesia. Direktur Pengelola PT Mayora Indah Tbk, Ongkie Tedjasurya mengungkapkan, selera dan minat konsumen di dalam negeri terhadap produk impor cenderung meningkat. Hal itu juga tidak lepas dari tumbuhnya daya beli konsumen di dalam negeri. "Untuk itu, daya saing produk di dalam negeri harus dipertahankan agar tidak kalah bersaing," kata Ongkie. Persoalan lemahnya daya saing ini memang masih menjadi momok bagi industri dalam negeri. Tak terkecuali di industri makanan dan minuman. Menurut Sofyan, produk makanan dari negara lain bisa lebih murah karena biaya produksi dan distribusinya lebih rendah. "Biaya distribusi dari Malaysia ke Sumatera lebih murah dibanding Jawa ke Sumatera," kata Sofyan. Sekadar mengingatkan, Permendag No 56/2008 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu resmi berlaku awal tahun 2009 untuk melindungi industri dalam negeri. Selain makanan dan minuman, produk lain yang mendapat perlindungan khusus itu meliputi alas kaki, mainan anak, elektronik, serta pakaian jadi. Cara pembatasan impor ini adalah melalui pembatasan pintu masuk impor. Produk impor itu hanya boleh masuk ke Indonesia melalui lima pelabuhan yaitu Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Mas, dan Makasar, serta dua pelabuhan udara. Paling rendah
Menurut Franky, memang, dari lima produk dalam beleid Permendag, kenaikan impor makanan dan minuman tercatat paling rendah. "Pertumbuhan impor sektor lain rata-rata double digit," kata Franky. Persoalannya, sebagian makanan impor juga masuk ke Indonesia secara ilegal alias selundupan. Hitungan Franky, impor ilegal bisa mencapai 10% dari produk yang beredar di Indonesia. Oleh karena itu, Franky berharap agar pemerintah lebih tegas lagi dalam mengawasi arus barang masuk. Salah satu metode penyaringannya adalah dengan memberlakukan wajib label berbahasa Indonesia yang menyatu dengan kemasan produk. Selama belum ada ketentuan tersebut, produk asing tetap bebas beredar di Tanah Air hanya dengan menempelkan stiker berbahasa Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini