MAKI Somasi Jokowi Soal Capim dan Dewas KPK, Istana Angkat Bicara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyatakan, proses pembentukan panitia seleksi (Pansel) hingga seleksi calon pimpinan dan calon dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah sejak awal.

Hal ini didasari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 112/PUU-XX/2022 halaman 118 alenia pertama, yang menyebutkan bahwa seleksi atau rekrutmen untuk pengisian jabatan pimpinan KPK Periode 2024-2029 dilakukan oleh Presiden dan DPR periode 2024-2029.

Bahkan, MAKI mengajukan surat somasi atau teguran kepada Presiden Jokowi untuk tidak menyerahkan hasil Pansel Calon Pimpinan KPK dan Calon Dewas KPK kepada DPR. Apabila somasi/teguran ini diabaikan, MAKI akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan surat presiden kepada DPR.


Pihak Istana angkat bicara terkait somasi terhadap Presiden Jokowi jika tetap menyerahkan daftar nama capim dan dewas KPK ke DPR.

Staf Khusus Presiden (SKP) Bidang Hukum Dini Shanti Purwono mengatakan, masa jabatan pimpinan dan dewas KPK yang sedang menjabat pada saat ini akan berakhir di tanggal 20 Desember 2024.

"Apabila pembentukan pansel harus menunggu presiden yang baru diangkat pada tanggal 20 Oktober 2024, maka secara logika tidak akan cukup waktu bagi pansel untuk bekerja," katanya saat dikonfirmasi KONTAN, Kamis (3/10/2024).

Baca Juga: MAKI Somasi Jokowi, Minta Jangan Serahkan Hasil Pansel Capim dan Dewas KPK ke DPR

Dengan demikian, pansel KPK memang harus dibentuk presiden yang sedang menjabat pada saat ini agar memberikan waktu yang cukup. Sehingga, pansel tidak tergesa gesa dalam melaksanakan tugasnya dan dapat menjaring nama-nama yang betul betul kredibel untuk menduduki posisi pimpinan dan Dewas KPK.

Menurut Dini, secara substansi tidak ada masalah siapa yang akan menyerahkan nama-nama calon pimpinan dan dewas KPK ke DPR, apakah Presiden Jokowi atau Presiden terpilih Prabowo sesudah pengangkatan tanggal 20 Oktober mendatang.

Karena siapapun yang menyerahkan, hasil yang disampaikan akan tetap sama sesuai proses seleksi pansel. "Proses penyerahan nama-nama ke DPR sifatnya hanya administratif mengingat nama-nama yang sudah diseleksi dan diumumkan oleh pansel," tandasnya.

Namun perlu diperhatikan juga bahwa jangka waktu penyerahan nama-nama calon Pimpinan dan Dewas KPK ke DPR sudah diatur dalam UU KPK, yaitu maksimal 14 hari kerja sejak pansel menyerahkan nama-nama tersebu kepada presiden.

"Jadi penyerahan nama-nama oleh presiden ke DPR adalah semata-mata pelaksanaan amanah undang-undang agar tidak melewati batas waktu maksimal yang sudah ditentukan," sebut Dini.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, dengan putusan MK itu, maka proses rekrutmen pimpinan KPK Periode 2024-2029 hanya bisa dilakukan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Adapun putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 yang dimaksud Boyamin tercantum dalam laman resmi MK. Dalam putusan itu, MK mengabulkan gugatan Nurul Ghufron dan mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.

Pada halaman 118 lembar putusan, MK juga menjelaskan pertimbangan mengubah lama masa jabatan itu, yakni agar seleksi calon pimpinan KPK cukup dilakukan sekali oleh pemerintah sesuai periodesasi lima tahunan.

MK pun menulis dalam putusannya itu bahwa seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK Periode 2024-2029 akan dilakukan oleh Presiden dan DPR periode 2024-2029.

Baca Juga: Pansel Serahkan 20 Nama Calon Pimpinan dan Dewas KPK ke Presiden Jokowi

Berdasarkan putusan MK itu, Boyamin menilai proses seleksi yang sudah berjalan oleh pansel bentukan Jokowi tidak sah.

Sebelumnya, Pansel KPK telah menyeleksi ratusan nama dan mengumumkan 10 nama calon pimpinan dan calon dewas KPK. Adapun 10 nama itu telah diberikan kepada Presiden Joko Widodo di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (1/10/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat