KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak kembali menguat untuk hari keempat ke level tertinggi sejak 2014. Katalis utama datang setelah penutupan sementara pipa dari Irak ke Turki yang meningkatkan kekhawatiran tentang prospek pasokan yang sudah ketat di tengah masalah geopolitik di Rusia dan Uni Emirat Arab. Rabu (19/1) pukul 11.30 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2022 melonjak 1,2% ke US$ 88,55 per barel. Pada sesi sebelumnya, Brent sudah naik 1,2% dengan kontrak acuan mencapai US$ 89,05, level tertinggi sejak 13 Oktober 2014. Serupa, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) naik 1,4% menjadi US$ 86,58 per barel, menambah kenaikan 1,9% pada hari Selasa (18/1). WTI sempat mencapai posisi tertinggi sejak 9 Oktober 2014 di US$ 87,08 per barel.
Sentimen utama bagi minyak datang setelah operator pipa negara Turki, Botas, mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka akan menghentikan sementara aliran minyak di pipa Kirkuk-Ceyhan setelah ledakan pada sistem. Namun, hingga saat ini, penyebab ledakan belum diketahui. Pipa itu membawa minyak mentah keluar dari Irak, yang merupakan produsen terbesar kedua di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), ke pelabuhan Turki di Ceyhan untuk diekspor.
Baca Juga: Reli Harga Minyak Berlanjut di Pagi Ini (19/1), WTI Sentuh Level US$ 86,94 Per Barel Hal ini membuat para analis memperkirakan pasokan minyak yang ketat pada 2022, sebagian didorong oleh permintaan yang bertahan jauh lebih baik dari yang diperkirakan walau ada virus corona varian Omicron yang sangat menular. Bahkan sebagian yakni harga minyak dapat kembali ke US$ 100. Masalah geopolitik di Rusia, yang juga merupakan produsen minyak terbesar kedua di dunia, dan UEA, produsen terbesar ketiga OPEC, menambah kekhawatiran pasokan emas hitam ini. UEA, pada Selasa (18/1) malam menyerukan pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengutuk serangan di Abu Dhabi yang dilakukan gerakan Houthi Yaman. Di tempat lain, pasukan Rusia pun mulai bergerak di perbatasan Ukraina. Gedung Putih pun menyebut krisis itu sangat berbahaya dan mengatakan Rusia dapat menyerang kapan saja. Ketegangan meningkatkan prospek gangguan pasokan pada saat OPEC, Rusia dan sekutu mereka, bersama-sama disebut OPEC+, sudah mengalami kesulitan memenuhi target yang disepakati untuk menambah pasokan 400.000 barel per hari setiap bulan. "OPEC+ gagal mencapai kuota produksi mereka dan jika ketegangan geopolitik terus memanas, minyak mentah Brent mungkin tidak perlu banyak dorongan untuk mencapai $100 per barel," kata analis OANDA Edward Moya dalam sebuah catatan.
Baca Juga: Harga Minyak Melonjak ke Rekor Tertinggi Dalam 7 Tahun, Ini Penyebabnya Konsumsi bahan bakar jet meningkat dengan pertumbuhan penerbangan internasional. Analis komoditas Commonwealth Bank Vivek Dhar menambahkan, lalu lintas jalan jauh lebih tinggi dari waktu yang sama tahun lalu. "Keterbatasan pasokan OPEC+ dan peningkatan berkelanjutan dalam permintaan minyak global kemungkinan akan membuat harga minyak didukung dengan baik dalam beberapa bulan mendatang," pungkas Dhar. Pejabat OPEC telah mengatakan kepada Reuters bahwa reli minyak dapat berlanjut lebih jauh dalam beberapa bulan ke depan karena permintaan pulih, permintaan pulih dan kapasitas terbatas di OPEC+ untuk menambah pasokan dan harga bisa menembus US$ 100 per barel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari