Maksimalkan kapasitas, pelaku industri gula konsisten lakukan revitalisasi pabrik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Gula Indonesia (AGI) mengakui pelaku industri gula dalam negeri saat ini konsisten melakukan revitalisasi pabrik gula untuk meningkatkan mutu produk serta memaksimalkan kapasitas produksi. 

Penasihat senior AGI Yadi Yusriyadi menjelaskan, revitalisasi pabrik gula adalah upaya perusahaan untuk meningkatkan kinerja pabrik dengan banyak upaya, antara lain meningkatkan mutu gula, efisiensi pabrik, peningkatan kapasitas, dan modernisasi peralatan/otomatisasi.

"Hampir semua pabrik gula eksisting melakukan hal ini, ada yang (revitalisasi) skala atau sebagian kecil dan ada yang (revitalisasi) hampir total atau keseluruhan, seperti contohnya pabrik gula Asembagus Jawa Timur," kata dia kepada Kontan.co.id, Jumat (15/1). 


Oleh karenanya, Yadi mengatakan semua anggota AGI melakukan revitalisasi sesuai prospek dan kemampuan mereka.

Baca Juga: Penuhi kebutuhan gula dalam negeri, pelaku industri siapkan sejumlah agenda bisnis

Menurut Yadi, prospek bisnis gula di sepanjang 2021 akan baik. Dia menambahkan, saat ini kebutuhan gula nasional sekitar 5,8 juta ton, sedangkan dalam negeri baru bisa memenuhi kebutuhannya sekitar 2,2 juta ton. Adanya upaya dari pemerintah untuk mengurangi impor dan memperluas pengembangan areal kebun tebu membuat peluang bisnis gula masih besar. 

Seperti dua sisi mata koin, ada peluang tentu juga ada tantangan. Yadi mengungkapkan tantangan bisnis gula khususnya di Jawa yang biasa ditemui adalah jumlah areal tebu menyempit, tetapi kapasitas pabrik meningkat. Adapun beberapa pabrik gula baru tidak disertai pengembangan areal baru. "Hal ini menimbulkan kinerja total pabrik gula di Jawa jadi tidak efisien," ungkapnya. 

Adapun tantangan bisnis gula di luar Jawa biasanya karena masalah ketersediaan lahan serta keterbatasan infrastruktur.

Yadi berpesan, supaya produk gula domestik bisa bersaing dengan gula impor, satu-satunya cara adalah menekan harga pokok produksi. Namun, menurutnya hal ini cukup sulit dilakukan karena untuk pabrik gula di Jawa nilai/sewa lahan masih cukup tinggi yakni sekitar 37% dari cost produksi. Selain itu, terdapat persaingan antar komoditi terutama padi dan jagung. 

"Maka dari itu, pada periode transisi sebelum ada pengganti pabrik yang berproduksi di luar Jawa, industri gula di Jawa perlu mendapat proteksi, kawalan khusus, dan berbagai bentuk insentif dari pemerintah. Bila hal ini tidak dilakukan, kemungkinan produksi gula akan terus menurun dan tidak mampu bersaing," kata Yadi. 

Baca Juga: Keran Impor Gula Kristal Putih Dibuka 646.944 Ton

Ketua Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat menambahkan saat ini kalau melihat angka impor gula masih cukup besar utamanya untuk industri makanan minuman sehingga peluang bisnis gula di dalam negeri masih cukup besar.

"Adapun supaya industri gula bisa bersaing dengan gula impor, harus ada kebijakan terintegrasi dari para pengambil keputusan untuk penanganan gula nasional," jelasnya saat dihubungi terpisah. 

Selanjutnya: Catat! Pemerintah bakal ubah tarif royalti untuk batubara dan emas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari