KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. Malaysia akan memberlakukan kebijakan yang melarang ekspor bahan mentah tanah jarang untuk menghindari eksploitasi dan hilangnya sumber daya. Hal tersebut diungkapkan oleh Perdana Menteri Anwar Ibrahim pada hari Senin (11/9/2023). Kebijakan ini akan menjadikan Malaysia sebagai negara terbaru yang membatasi pengiriman mineral utama. Mengutip Reuters, menurut data Survei Geologi Amerika Serikat pada tahun 2019, Malaysia hanya memiliki sedikit cadangan tanah jarang di dunia, dengan perkiraan 30.000 metrik ton. Sementara, China adalah sumber terbesar dengan perkiraan cadangan 44 juta ton.
Namun keputusan tersebut diambil ketika dunia berupaya melakukan diversifikasi dari China, produsen mineral tanah jarang (rare earth) terbesar di dunia yang digunakan secara luas dalam chip semikonduktor, kendaraan listrik, dan peralatan militer. Anwar mengatakan pemerintah akan mendukung pengembangan industri logam tanah jarang di Malaysia dan larangan tersebut akan "menjamin keuntungan maksimal bagi negara. Dia tidak mengatakan kapan usulan larangan itu akan mulai berlaku. Industri logam tanah jarang diperkirakan akan menyumbang sebesar 9,5 miliar ringgit (US$ 2 miliar) terhadap produk domestik bruto negara itu pada tahun 2025 dan menciptakan hampir 7.000 lapangan kerja, kata Anwar di parlemen. “Pemetaan detail sumber unsur tanah jarang dan model bisnis komprehensif yang memadukan industri hulu, tengah, dan hilir akan dikembangkan untuk menjaga rantai nilai tanah jarang di tanah air,” ujarnya. Larangan yang diterapkan Malaysia dapat mempengaruhi penjualan ke China, yang mengimpor sekitar 8% bijih tanah jarang dari negara Asia Tenggara tersebut antara bulan Januari dan Juli tahun ini, menurut data bea cukai China. Mineral penting Awal tahun ini, China sendiri mengumumkan pembatasan ekspor beberapa logam yang digunakan secara luas di industri semikonduktor, sebuah tindakan yang dipandang sebagai tindakan balasan atas pembatasan AS terhadap penjualan teknologi ke China. Pembatasan tersebut memicu kekhawatiran bahwa China juga dapat membatasi ekspor mineral penting lainnya termasuk logam tanah jarang. Analis David Merriman di Project Blue mengatakan dampak pelarangan di Malaysia masih belum jelas karena kurangnya rincian, namun pelarangan bijih tanah jarang dapat berdampak pada perusahaan Tiongkok yang beroperasi di Malaysia. “Undang-undang tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap potensi investasi di Malaysia dari pihak Tiongkok, yang telah melirik negara-negara Asia lainnya untuk mendapatkan senyawa tanah jarang yang belum diproses atau dicampur sebagai bahan baku untuk fasilitas pengolahan (tanah jarang) di China selatan,” kata Merriman.
Lynas Rare Earths Ltd dari Australia, produsen logam tanah jarang terbesar di luar Tiongkok, memiliki pabrik di Malaysia untuk memproses konsentrat yang diperolehnya di Australia. Tidak jelas apakah rencana larangan ekspor Malaysia akan berdampak pada Lynas, yang tidak segera menanggapi permintaan komentar. Malaysia telah memberlakukan pembatasan pada beberapa operasi pemrosesan Lynas, dengan alasan kekhawatiran mengenai tingkat radiasi dari proses cracking dan leaching. Lynas membantah tuduhan tersebut dan mengatakan hal itu sesuai dengan peraturan.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie