Malaysia Berencana Setop Ekspor Logam Tanah Jarang (LTJ), Bagaimana Sikap Indonesia?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka opsi untuk melarang ekspor logam tanah jarang (LTJ). Hal ini terungkap ketika  Menteri ESDM, Arifin Tasrif, dimintai sikap RI ke depan seturut adanya rencana dari negeri tetangga, Malaysia, untuk menyetop keran ekspor komoditas tersebut.

“Ya sama,” ujar Arifin di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (15/9).

Lebih lanjut, Arifin memastikan bahwa RI ingin lebih serius memaksimalkan potensi LTJ di dalam negeri.


“Ya pastilah (RI mau lebih serius memaksimalkan LTJ), LTJ itu harus kita cek di mana keberadaannya nih, berapa banyak. pastilah nggak boleh kita ekspor gitu aja. Kan udah jarang, dikit lagi,” tuturnya.

Seperti diketahui, Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, mengungkapkan bahwa Negara Jiran bakal menyetop ekspor bahan mentah pada Senin (11/9) lalu. Hal ini bertujuan untuk menghindari eksploitasi dan hilangnya sumber daya.

Baca Juga: Malaysia Bakal Larang Ekspor Logam Tanah Jarang

Maklumlah, mengutip Reuters, data Survei Geologi Amerika Serikat pada tahun 2019 menunjukkan bahwa Malaysia diperkirakan hanya memiliki cadangan tanah jarang sebesar 30.000 metrik ton. Jumlah tersebut lebih kecil dibanding cadangan negara lain seperti misalnya China, yang diperkirakan mencapai 44 juta ton.

Dalam konteks global, dunia tengah berupaya melakukan diversifikasi dari China, produsen mineral tanah jarang (rare earth) terbesar di dunia yang digunakan secara luas dalam chip semikonduktor, kendaraan listrik, dan peralatan militer.

Seperti diketahui, China awal tahun ini mengumumkan pembatasan ekspor beberapa logam yang digunakan secara luas di industri semikonduktor, sebuah tindakan yang dipandang sebagai tindakan balasan atas pembatasan AS terhadap penjualan teknologi ke China.

Industri logam tanah jarang diperkirakan akan menyumbang sebesar 9,5 miliar ringgit (US$ 2 miliar) terhadap produk domestik bruto negara itu pada tahun 2025 dan menciptakan hampir 7.000 lapangan kerja, kata Anwar di parlemen. 

“Pemetaan detail sumber unsur tanah jarang dan model bisnis komprehensif yang memadukan industri hulu, tengah, dan hilir akan dikembangkan untuk menjaga rantai nilai tanah jarang di tanah air,” ujar Anwar Ibrahim (11/9)

Sementara itu, Di Indonesia, sumber daya LTJ ditemukan di sejumlah wilayah. Berdasarkan data  pemetaan oleh Badan Geologi di tahun 2020, Bangka Belitung menjadi provinsi dengan sumber daya mineral LTJ terbanyak, yakni sebesar  186.663 ton dalam bentuk monasit dan 20.734 dalam bentuk material senotim. 

Baca Juga: China Kuasai Bisnis Mineral Tanah Jarang di Dunia, AS dan Barat Mulai Kelimpungan

Selain Bangka Belitung, mineral LTJ juga berhasil diidentifikasi dalam bentuk lain dengan jumlah yang lebih sedikit pada provinsi lainnya. Data pemetaan Badan Geologi di tahun 2020 menunjukkan, mineral LTJ dalam bentuk laterit juga diidentifikasi di Sulawesi Tengah sebesar 443 ton dan Kalimantan Barat sebesar 219 ton. Selain itu, mineral LTJ juga diidentifikasi di Sumatera Utara sebesar 19.917 ton.

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menilai bahwa pemerintah sebaiknya ‘menyimpan’ LTJ terlebih dahulu seraya mengembangkan teknologi pengolahannya di dalam negeri.

“Ekspor barang hasil olahan dan produk turunannya akan bernilai tambah tinggi bagi perekonomian nasional. Semangat hilirisasi kan seperti itu,” tutur Mulyanto saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (15/9).

Ketua Umum (Ketum) Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menilai, bahasan soal wacana larangan ekspor LTJ terlalu dini untuk dibicarakan saat ini. Sebab, RI belum memiliki sumber daya dan cadangan LTJ yang dapat diandalkan.

“Nilai ekonominya kecil sekali saat ini karena memang belum ditemukan sumber daya yang signifikan. Di beberapa daerah memang ada indikasi akan keterdapatan mineral LTJ tersebut. Tetapi belum sampai ke klasifikasi cadangan, masih sumber daya hipotesis,” tutur Rizal saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (15/9).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .