KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Malaysia berencana kembali membuka keran ekspor ayam. Hal ini lantaran situasi di negara itu telah stabil pasca langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dalam menghadapi gangguan produksi ayam. Sekretaris Jenderal Gabungan Asosiasi Pengusaha Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Sugeng Wahyudi mengatakan, rencana kembalinya Malaysia dalam ekspor ayam, tak perlu membuat Indonesia khawatir. Pasalnya dari sisi jumlah populasi ayam domestik diperkirakan cukup untuk ekspor. Ia menyebut, jika berkaca pada setahun lalu, maka kondisi di Indonesia masih surplus day old chick (DOC). Namun yang perlu diperhatikan ialah dari sisi daya saing harga produk ayam dan ayam asal Indonesia.
Baca Juga: Malaysia Berpeluang Membuka Kembali Kran Ekspor Unggas Karena Punya Pasokan Berlebih "Sisi harga saya kira kita masih harus bekerja keras, dari sisi input contoh pakan ayam, anak ayam (doc) masih mahal. Artinya jika berproses produksi, harga ayam hidup masih tinggi dengan kata lain kemampuan bersaing kita rendah," kata Sugeng kepada Kontan.co.id, Rabu (3/8). Jika dikaitkan dengan dibukanya kembali keran ekspor ayam dari Malaysia, Sugeng menilai, kemampuan perusahaan untuk menyediakan sarana produksi yang murah baik pakan ataupun DOC menjadi kunci kemampuan bersaing dengan produk Malaysia. Diketahui Badan pangan Singapura (Singapore Food Agency/ SFA) memberikan izin impor atas daging ayam dan produk daging ayam dari Indonesia. Per Juni lalu izin ekspor baru diberikan kepada dua perusahaan asal Indonesia. Sugeng menyebut anggota GOPAN belum memiliki kemampuan ekspor lantaran masih bergantung pada sarana produksi dengan perusahaan yang terintegrasi. Berkaca pada harga pakan yang menyentuh Rp 9.000 perkilogram dan DOC ialah Rp 7.000, maka modal produksi peternak ada dikisaran Rp 21.000. Alhasil, sulit bagi peternak ayam rakyat untuk bersaing dengan negara lain. "Justru GOPAN mendorong agar perusahaan-perusahaan memasarkan produksinya ke luar negeri (ekspor) sehingga peternak GOPAN dapat memasarkan hasil produknya (ayam) di dalam negeri," imbuhnya. Wakil Sekretaris Jenderal I Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Muchlis Wahyudi mengatakan, ekspor ayam Indonesia ke Singapura yang perdana dilakukan beberapa waktu lalu ialah dalam bentuk karkas atau ayam potong utuh. Sedangkan Malaysia ekspor ke Singapura berupa
live bird. Terkait daya saing ayam ekspor asal Indonesia, Ia menjelaskan selama ini pihak yang lolos SFA ialah Produsen berskala besar atau pabrikan dengan standarisasi dan sertifikasi yang telah diakui. Maka dari daya saing produk ayam yang akan diekspor tentu sudah dapat dipastikan. Namun, yang perlu jadi perhatian ialah, peternak ayam mandiri non pabrikan. Muchlis menyebut, Pinsar berharap pemerintah dapat membackup para peternak mandiri di Indonesia agar dapat berkontribusi pada ekspor unggas atau produk unggas.
Baca Juga: Pasokan Ayam di Malaysia Kembali Stabil, Keran Ekspor Kembali Dibuka "Pemerintah back up kami supaya ikut berkontribusi dan berdaya saing untuk ekspor meski persentase ngga sebesar PT besar," kata Muchlis. Dari segi kualitas, Pinsar menjamin mampu bersaing dengan negara tetangga. Namun dari segi peningkatan kualitas Ia menyebut butuh pendampingan dari pihak pemerintah. Sama seperti GOPAN, Pinsar menilai pemerintah perlu membantu para peternak ayam agar mampu bersaing dari segi harga. Muchlis menyebut harga pokok produksi ayam saat ini terlampau tinggi yakni di atas Rp20.000 untuk bobot ayam rata-rata 1,7 kilogram. "Kalau pabrikan bisa hulu-hilir bisa dikondisikan. HPP kami tinggi itu yang buat kami tidak bisa bersaing. Maka pemerintah diharapkan hadir," kata Dia. Rencana Malaysia yang akan membuka keran ekspor, dari segi daya saing Indonesia disebut tak perlu khawatir baik dari kualitas hingga kuantitas, hanya perlu ada bantuan dari segi harga agar tetap bisa bersaing di pasar luar negeri.
Baca Juga: Harga Ayam Naik, Begini Rekomendasi Saham-saham Emiten Poultry dari Analis "Kami peternak mandiri non pabrikan kami ga bisa bersaing tapi kalau HPP ga masuk, kalau kualitas kuantitas kita ngga ada masalah. Tapi jika pabrikan besar karena punya hulu-hilir itukan bisa dikondisikan (bisa bersaing)," tegasnya. Pinsar mendorong pemerintah dapat menjembatani agar peternak mandiri non pabrikan dapat berkontribusi pada ekspor ayam. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi