KONTAN.CO.ID - Negeri Jiran Malaysia tercatat sudah melarang ekspor pasir laut ke tetangganya, Singapura. Langkah ini mulai diberlakukan sejak 2019. Melansir Reuters, Rabu (18/9/2024), larangan ekspor pasir laut mengancam kelangsungan pembangunan Pelabuhan Tuas di Singapura. Pelabuhan yang dibangun melalui reklamasi ini digadang-gadang bakal menjadi pelabuhan peti kemas terbesar di dunia. Pelabuhan Tuas sendiri dibangun dalam empat fase dan ditargetkan bisa rampung seluruhnya pada 2040-an. Kapasitas Pelabuhan Tuas bakal mencapai 65 juta twenty-foot equivalent unit (TEUs) per tahun.
Sebagai perbandingan, Tanjung Priok yang menjadi pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia, saat ini kapasitasnya sekitar 12 juta TEUs per tahun. Singapura sendiri diketahui sudah menambah luas daratannya hingga seperempat lebih sejak merdeka dari Malaysia pada 1965. Sebagian besar daratan barunya berasal dari reklamasi yang menguruk perairannya dengan pasir laut yang diimpor dari negara tetangga.
Baca Juga: Menko Luhut Angkat Bicara soal Pembukaan Keran Ekspor Pasir Laut, Apa Katanya? Malaysia larang ekspor pasir laut Pada 2018, Perdana Menteri Mahathir Mohamad, langsung memberlakukan larangan ekspor pasir ke Singapura usai terpilih. Sumber dari lingkaran dalam pemerintahan Malaysia mengungkapkan, bahwa larangan ekspor pasir laut ke Singapura karena Mahathir kesal lantaran tanah Malaysia digunakan untuk memperluas negara tetangganya yang luasnya mungil namun ekonominya kaya raya. Mahathir juga khawatir pejabat Malaysia yang korup mendapat keuntungan dari bisnis pengiriman pasir laut ke Singapura tersebut. Endie Shazlie Akbar yang menjabat Sekretaris Pers Mahathir, mengonfirmasi bahwa pemerintah Malaysia telah menghentikan ekspor pasir mulai tahun 2018. amun, Endie Shazlie Akbar membantah bahwa hal itu ditujukan untuk mengekang rencana ekspansi Singapura yang tengah membangun Pelabuhan Tuas, ia berdalih bahwa itu adalah langkah untuk memberantas penyelundupan pasir ilegal. Larangan tersebut juga sebenarnya tidak pernah dipublikasikan secara resmi karena berpotensi mengganggu hubungan diplomatik kedua negara, kata sumber tersebut. Sejak larangan ekspor pasir laut dari tetangga terdekatnya itu, Singapura juga belum memberikan komentar apa pun soal keputusan larangan pengiriman pasir tersebut sampai saat ini. Sebagai informasi saja, menurut data United Nations Comtrade, yang didasarkan pada informasi yang dirilis oleh kantor bea cukai kedua negara, sebelum larangan diberlakukan, Singapura mengimpor 59 juta ton pasir dari Malaysia pada tahun 2018, dengan biaya 347 juta dollar AS. Jumlah tersebut mencakup 97 persen dari total impor pasir Singapura pada tahun tersebut berdasarkan volume, dan 95 persen dari penjualan pasir global Malaysia. Singapura menjadi sangat bergantung impor pasir laut dari Malaysia setelah Indonesia melarang ekspor pasir laut pada tahun 2002 atau di era Presiden Megawati Soekarnoputri. Mahathir juga pernah memberlakukan larangan ekspor pasir laut serupa saat ia menjadi perdana menteri pada tahun 1990-an. Namun kemudian kemudian dibuka kembali.
Baca Juga: Keran Ekspor Pasir Laut, Walhi: Tunjukkan Kepanikan Pemerintah Tingkatkan PNBP Kamboja mulai duluan Kamboja juga melarang ekspor pasir Sementara itu melansir BBC, sebelum larangan dari Malaysia, Kamboja juga ikut melarang ekspor pasir secara permanen per 2017, dan secara resmi mengakhiri penjualan pasir ke Singapura. Negara mungil itu diketahui telah menggunakan pasir dari Kamboja selama bertahun-tahun sebagai pasir reklamasi. Singapura telah mengimpor lebih dari 72 juta ton pasir dari Kamboja sejak 2007, menurut angka yang dirilis PBB. Angka tersebut bertentangan dengan angka yang diungkap pemerintah Kamboja, yang mengatakan Singapura hanya mengimpor 16 juta ton dalam periode tersebut. Juru bicara Kementerian Pertambangan dan Energi Kamboja, Meng Saktheara, mengatakan larangan permanen yang baru itu merupakan respons terhadap masalah lingkungan. "Kekhawatiran mereka benar bahwa risikonya sangat besar, jadi kementerian memutuskan untuk melarang ekspor pasir dan pengerukan pasir skala besar," katanya. Pelabuhan Tuas Singapura. Untuk diketahui, Singapura mengandalkan pasokan pasir laut dari para tetangganya untuk membangun proyek reklamasi raksasa Pelabuhan Tuas. Setelah semua fase pembangunan Pelabuhan Tuas Singapura selesai, akan ada 66 lokasi bongkar muat peti kemas yang membentang sepanjang 26 kilometer. Total luasnya bahkan mencapai 1.337 hektar. Mengutip laman Maritime and Port Authority Of Singapore (MPA Singapore), MPA memulai pekerjaan reklamasi untuk Pelabuhan Tuas Tahap 1 pada bulan Februari 2015 dan menyelesaikannya pada bulan November 2021. Pekerjaan reklamasi membutuhkan total 34 juta jam kerja, dengan melibatkan lebih dari 450 perusahaan. Pekerjaan perbaikan tanah untuk lahan seluas 414 hektar, termasuk 294 hektar lahan yang baru direklamasi. Pengerjaan lainnya yakni pembuatan dan pemasangan 221 caisson (struktur yang digunakan untuk melapisi dinding dermaga) setinggi 10 lantai yang masing-masing berbobot 15.000 ton untuk membentuk tanggul sepanjang 8,6 km. Lalu pengerjaan Pendalaman dasar laut untuk menampung kapal-kapal besar di masa mendatang. Pekerjaan reklamasi Pelabuhan Tuas Tahap 2 dimulai pada Maret 2018. MPA telah menyelesaikan semua pembuatan caisson pada April 2022.
Dari yang sudah berjalan saat ini, operasi pelabuhan di Pelabuhan Tuas Tahap 1 memiliki 21 tempat berlabuh air dalam yang dapat menangani 20 juta TEUs setiap tahunnya saat beroperasi penuh pada tahun 2027. Dua tempat berlabuh pertama di Pelabuhan Tuas Tahap 1 mulai beroperasi pada Desember 2021 sesuai jadwal, dan tiga tempat berlabuh lagi mulai beroperasi pada Desember 2022. Operator pelabuhan peti kemas Singapora, PSA, ditargetkan untuk memindahkan semua operasi mereka di Terminal Tanjong Pagar, Keppel, dan Brani ke Pelabuhan Tuas pada tahun 2027. Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Malaysia dan Kamboja Kompak Larang Ekspor Pasir Laut ke Singapura", Klik untuk baca:
https://money.kompas.com/read/2024/09/18/163709326/malaysia-dan-kamboja-kompak-larang-ekspor-pasir-laut-ke-singapura?page=2. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih