Malaysia pangkas pajak, harga CPO bertenaga



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) kembali menguat setelah pemerintah Malaysia menurunkan pajak ekspor untuk Januari 2018. Jumat (15/12), harga CPO kontrak pengiriman Februari 2018 di Malaysia Derivative Exchange melonjak 2,69% ke RM 2.518 per metrik ton. Sepekan terakhir harga CPO sudah naik 1,57% setelah jatuh selama enam minggu beruntun.

Padahal, Kamis (14/12) lalu, CPO mencatatkan rekor harga terendah lima bulan terakhir di level RM 2.452 per metrik ton. Harga CPO jatuh setelah permintaan minyak sawit mentah melemah. Data survei kargo Intertek Testing Services menunjukkan, ekspor CPO Malaysia periode 1-15 Desember yang mereka tangani turun 9,6% menjadi 596.862 ton dibanding periode yang sama bulan sebelumnya.

Tekanan bertambah setelah Malaysia Palm Oil Board (MPOB) mengumumkan persediaan CPO Malaysia hingga akhir November lalu naik 16% menjadi 2,56 juta ton. Ini posisi tertinggi sejak akhir 2015.


Peningkatan produksi tak hanya terjadi di Malaysia. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memprediksi, produksi CPO Indonesia tahun ini naik 15,8% menjadi 36,5 juta ton.

Ambruknya harga minyak langsung ditanggapi pemerintah Malaysia dengan menurunkan pajak ekspor CPO bulan Januari menjadi 5,5% dari sebelumnya 6%. Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, penurunan pajak ekspor ini membuka peluang bagi pemilik perkebunan untuk mengejar produksi jelang Imlek di Februari 2018 mendatang.

Memang, secara historis, perayaan Imlek mendatangkan angin segar bagi produsen CPO. Maklum saja, permintaan CPO dari beberapa negara, khususnya China, biasanya membesar jelang imlek.

Dengan adanya insentif dari pemerintah negeri jiran ini, diperkirakan pembelian CPO dari negara-negara yang merayakan Imlek akan mulai tampak di awal tahun. Ini membuat transaksi ramai dan rally harga CPO bisa terjadi.

Katalis positif juga datang setelah Departemen Agrikultur AS menyatakan akan mengurangi proyeksi stok minyak kedelai global untuk tahun 2017–2018 menjadi 3,25 juta ton saja.

Penguatan ringgit

Walau mulai diselimuti sentimen positif, harga CPO tak dapat berlari terlalu kencang. Direktur Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, pelaku pasar wajib mewaspadai potensi ringgit yang terus menguat terhadap dollar Amerika Serikat. Sepanjang November, ringgit berhasil menguat sebesar 3,5% di hadapan the greenback.

Jika nilai tukar ringgit terus menguat, ada potensi pasar mengambil langkah profit taking dan selanjutnya malah menekan harga CPO. "Tapi secara fundamental, harga CPO bergerak berdasarkan ekspor dan suplai, sehingga fluktuasi ringgit tak terlalu diperhatikan," ungkap Ibrahim.

Tapi kekhawatiran lanjutan datang dari penurunan ekspor menuju India dan Pakistan. Belakangan, pemerintah Pakistan mulai menggiatkan produksi minyak kedelai dan kanola. Sedangkan India sudah mengerek bea impor untuk mendorong perekonomian dalam negerinya.

Ibrahim menganalisa harga CPO hari ini akan kembali menguat dan bergerak di rentang RM 2.516–RM 2.521 per metrik ton. Deddy juga memprediksi penguatan berlanjut. Ia memprediksi harga CPO bergerak antara RM 2.500–RM 2.530 per metrik ton.

Menurut Deddy, secara teknikal, harga CPO berada di bawah moving average (MA) 10, MA 100 dan MA 200 yang menunjukan potensi pelemahan. Sementara, indikator relative strength index (RSI) sudah oversold di area 20.

Indikator stochastic juga sudah memberi sinyal jenuh beli. Hal ini menunjukkan kesempatan rebound besar. Namun indikator moving average convergence divergence (MACD) di area negatif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia