MOMSMONEY.ID -Ini sebuah keniscayaan. Mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dalam berinvestasi adalah menjadi tujuan utama. Dengan meraih return alias imbal hasil yang besar, investor pemilik dana merasa targetnya sudah terpenuhi. Persoalannya, setiap instrumen investasi memiliki risiko. Jika salah pilih, alih-alih meraih untung, investasi Anda justru buntung. Toh, di era serba teknologi seperti sekarang, membiakkan dana tidak sesulit di zaman baheula. Dahulu, boleh jadi, produk deposito adalah keranjang investasi favorit bagi banyak orang. Selain aman, produk perbankan ini dipilih karena memberikan iming-iming bunga yang lebih tinggi dari rekening tabungan biasa. Sayangnya, belakangan imbal hasil deposito tak lagi mampu mengejar inflasi. Tingkat bunga deposito perbankan saat ini hanya berkisar 4,25%-7,25% per tahun.
Wajar, jika kemudian banyak orang mulai melirik investasi lain yang sedang naik daun. Salah satunya berinvestasi di platform teknologi finansial (tekfin) berbasis peer to peer (P2P) lending. Lewat platform ini, Anda bisa menempatkan dana dengan menjadi investor atau penyalur dana pinjaman (kreditur). Setiap perusahaan tekfin memberikan penawaran imbal hasil yang berbeda-beda, mulai dari 10% hingga 18% per tahun.
Baca Juga: Tren Peminat Meningkat, Fintech dan E-commerce Memacu Bisnis Tabungan Emas Pertanyaannya, mana yang lebih menguntungkan, berinvestasi di deposito atau tekfin P2P lending? Budi Raharjo, Perencana keuangan dari OneShildt Financial Planning mengatakan, ada nilai plus dan minus berinvestasi di deposito maupun di tekfin P2P lending. "Harus dilihat dari dua sisi, yakni tingkat keuntungan dan risikonya," ungkapnya. Budi mencontohkan, ada sejumlah keuntungan dari menempatkan dana di deposito. Pertama, produk deposito memiliki bunga acuan yang jadi parameter keuntungan pihak nasabah. Selain itu, ada variasi tenor atau jangka waktu berinvestasi, mulai dari 1 bulan hingga 1 tahun. Besaran bunga deposito setiap periode penempatan juga berbeda-beda. Anda tinggal memilih besaran bunga yang diharapkan. Kedua, menyimpan dana di deposito lebih likuid. Sebagai nasabah, Anda bisa mencairkan dana deposito kapan saja. Faktor keamanan lebih terjamin. Tapi, harus diingat, ada biaya penalti jika dana deposito dicairkan sebelum jatuh tempo. Besaran penalti yang diberlakukan tiap bank juga berbeda-beda. Ketiga, berinvestasi di deposito kecil kemungkinan Anda mengalami gagal bayar. Meskipun ada nasabah gagal bayar, Anda tetap dapat return dari bunga deposito. "Jadi, yang menyerap risiko kredit (NPL) adalah pihak bank, bukan nasabah deposan," imbuh Budi. Mike Rini Sutikno, Perencana Keuangan dari Mitra Rencana Edukasi menambahkan, simpanan dana pihak ketiga di bank dilindungi pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal ini termasuk dana deposito. Artinya, ketika bank mengalami kebangkrutan, dana nasabah yang disimpan di deposito tidak hilang begitu saja.
Komisi imbal hasil
Selama suku bunga deposito yang diberikan sesuai ketentuan LPS, dana nasabah aman dengan uang pertanggungan maksimal Rp 2 miliar. Jadi, jumlah penempatan dana di deposito bisa sangat besar. Selain itu, hasil investasi (bunga) deposito kena PPh final dan dipotong langsung oleh bank. Nasabah tak perlu pusing menyetor pajaknya, kata Mike. Hanya saja, ya itu tadi, risiko berinvestasi di deposito adalah imbal hasilnya yang terbilang kecil. Menurut Mike, jika ada bank yang berani menawarkan bunga deposito lebih tinggi dari pasaran, Anda perlu mewaspadainya. Sebab, bukan mustahil, produk yang ditawarkan juga memiliki risiko yang tinggi. Ini berbeda dengan investasi di P2P lending yang memang mengiming-imingi imbal hasil tinggi bagi investor. Menurut Budi, imbal hasil yang didapatkan investor biasanya diambil dari keuntungan bunga pinjaman tersebut. Lazimnya, pihak tekfin P2P lending hanya mengutip fee sebesar 1%2% dari bunga pinjaman tersebut. Sisa keuntungan dari bunga bisa dinikmati oleh investor.
Baca Juga: Kenali Kesalahan Perencanaan Keuangan Ini agar Terhindar dari Risikonya Jonathan Bryan, Head of Marketing PT Lunaria Annua Teknologi atau Koinworks, mengatakan, bunga pinjaman yang diberlakukan perusahaannya berkisar 18%-20% per tahun. Dari setiap bunga pinjaman tersebut, pihaknya hanya menarik komisi sebesar 1%. Artinya, dalam setahun, investor bisa dapat imbal hasil 17%. Yang menarik, untuk menjadi investor tekfin P2P lending, Anda tidak perlu repot-repot mencari pihak peminjam dana (debitur). Perusahaan tekfin P2P lending menghubungkan Anda dengan debitur secara daring. Investor dapat mengakses para peminjam, sehingga bisa memilih debitur yang masuk kualifikasi. Namun, Mike mengingatkan, ada sejumlah risiko investasi yang harus ditanggung investor tekfin P2P lending. Di antaranya, berbeda dengan deposito, uang yang ditanam di tekfin P2P tidak bisa Anda tarik sewaktu-waktu. Selain itu, ada potensi keterlambatan pembayaran keuntungan imbal hasil, yang bisa mengakibatkan hasil investasi bisa telat diterima.
Baca Juga: Kiat hindari kerugian dan melaporkan fintech ilegal Risiko lainnya, debitur bisa mengalami gagal bayar. Jika begini, dana investor bisa hilang. Sebab, kata Mike, risiko gagal bayar 100% ditanggung investor. Tekfin P2P lending tidak menanggung risiko gagal bayar peminjam.
Yang terakhir, potensi adanya mis-management pengelolaan dana investor oleh tekfin. Jika itu terjadi, tekfin tersebut bisa mengalami kesulitan likuiditas, bahkan bisa bangkrut. Ujung-ujungnya, sulit mengembalikan dana invetor. Toh, Jonathan meyakinkan, apabila terjadi gagal bayar dari debitur, Koinworks menyediakan dana proteksi yang dapat mengganti uang investor. Dengan begitu, imbal hasil yang didapat tetap sesuai. Ada mi-tigasi risiko yang kami terapkan. Jika terjadi gagal bayar, ada pengembalian dana investor sampai 100%. Dana proteksi itu kami sisihkan dari peroleh bunga, katanya. Berinvestasi melalui tekfin P2P juga mempunyai fleksibilitas dan transparansi yang tinggi. Kalau investasi di instrumen lain, imbal hasil yang didapatkan bisa tidak sesuai yang dijanjikan. "Tapi, kalau di P2P lending, imbal hasil dan risiko bisa diatur sendiri oleh investor," tandas Jonathan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan