KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri asuransi jiwa kembali tercoreng. Bahkan perusahaan sebesar PT Asuransi Jiwasraya saja tak bisa penuhi janji tepat waktu. Kondisi Jiwasraya yang mesti menunda pembayaran klaim mengingatkan pada beberapa pemain asuransi jiwa sebelumnya yang tak bisa memenuhi kewajiban kepada nasabah. Bahkan nasib perusahaan macam PT Asuransi Jiwa Bakrie (Bakrie Life) dan PT Bumi Asih Jaya dan PT Asuransi Jiwa Nusantara berakhir dengan pencabutan izin oleh regulator. Masalah permodalan dari perusahaan asuransi biasanya menjadi penyebab nasib nahas yang harus ditanggung oleh nasabah. Ditambah lagi dengan pengelolaan manajemen yang tidak sesuai dengan yang semestinya.
Pengamat asuransi sekaligus Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko & Asuransi (STIMRA) Jakarta Hotbonar Sinaga menilai, masalah yang menimpa Jiwasraya lebih kepada kesalahan manajemen periode sebelumnya. Khususnya pada pengelolaan investasi. "Ada miss-investasi dari direksi terdahulu," kata Hotbonar, Jumat (12/10). Ia menduga manajemen lama tidak menempatkan alokasi dana investasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan likuiditas. Di saat kondisi ekonomi global bergerak tak menentu, perusahaan banyak bermain di instrumen ekuitas. Sehingga pada waktu pembayaran klaim, tak tersedia dana yang mencukupi. Ketua Komite Asuransi dan Dana Pensiun Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Herris Simandjuntak juga punya pendapatan yang sama. Ia menyebut manajemen sebelumnya terlalu agresif dalam menempatkan dana kelolaan untuk mengincar imbal yang tinggi. Manajemen lama, kata dia, terlalu optimis bisa mendapat
return investasi yang tinggi. Makanya mereka berani menawarkan produk saving plan dengan janji
return yang tinggi pula. "Padahal yang namanya pasar kan naik-turun, tapi mereka terlalu berani," ungkapnya. Bila melihat laporan keuangan Jiwasraya tahun 2017, perusahaan menempatkan nyaris 61% aset investasinya di instrumen berbasis ekuitas yakni saham dan reksadana. Tapi meski sedang dililit masalah likuidias, Herris menilai kondisinya tak akan bertambah serius. Pasalnya perusahaan asuransi jiwa pelat merah tersebut masih memiliki aset yang besar. Selain itu ia yakin pemerintah sebagai pemegang saham Jiwasraya tak akan tinggal diam.
"Tapi harus secepatnya bergerak karena ini isu sensitif yang bisa menyebabkan kekhawatiran masyarakat," lajut Herris. Di sisi lain Hotbonar menambahkan, dengan kondisi ekonomi global seperti saat ini, perusahaan asuransi jiwa memang mesti lebih waspada dalam berinvestasi. Ia memperkirakan tren IHSG masih bakal melanjutkan pelemahan setidaknya dalam beberapa kuartal ke depan. Karena itu ia menyarankan industri sebaiknya menghindari aksi jor-joran main di saham. Instrumen surat berharga negara (SBN) disebutnya lebih bisa menjadi pilihan. "Walau imbal hasilnya lebih kecil, tapi relatif lebih stabil dan aman dalam jangka panjang," ujar Hotbonar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Narita Indrastiti