JAKARTA. Kebijakan memperbesar porsi investasi di surat berharga negara (SBN) bagi para industri keuangan non bank (IKNB) memicu manajer investasi untuk terus mengakumulasi obligasi pemerintah sejak awal tahun 2016. Mengacu situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 8 November 2016, kepemilikan reksadana di SBN mencapai Rp 82,6 triliun. Ini membengkak Rp 21 triliun atau 34,09% (YtD) dari posisi akhir tahun 2015 yang tercatat Rp 61,6 triliun. Nicodimus Anggi Kristiantoro, Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menuturkan, ada dua faktor yang menyokong penambahan kepemilikan reksadana di SBN domestik yang dapat diperdagangkan. Pertama, peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan IKNB untuk menggemukkan porsi investasinya pada obligasi pemerintah.
Manajer investasi berburu obligasi negara
JAKARTA. Kebijakan memperbesar porsi investasi di surat berharga negara (SBN) bagi para industri keuangan non bank (IKNB) memicu manajer investasi untuk terus mengakumulasi obligasi pemerintah sejak awal tahun 2016. Mengacu situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 8 November 2016, kepemilikan reksadana di SBN mencapai Rp 82,6 triliun. Ini membengkak Rp 21 triliun atau 34,09% (YtD) dari posisi akhir tahun 2015 yang tercatat Rp 61,6 triliun. Nicodimus Anggi Kristiantoro, Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menuturkan, ada dua faktor yang menyokong penambahan kepemilikan reksadana di SBN domestik yang dapat diperdagangkan. Pertama, peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan IKNB untuk menggemukkan porsi investasinya pada obligasi pemerintah.