KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengelola reksadana terbesar saat ini dikuasai manajer investasi (MI) lokal. Hal ini terlihat dari data Infovesta Utama yang menunjukkan dari 10 pengelola dana reksadana, delapan di antaranya adalah perusahaan lokal. Berdasarkan data Infovesta Utama, per September 2024 aset under management (AUM) PT Bahana TCW Investment Management menjadi MI dengan dana kelolaan terbesar mencapai Rp 45,04 triliun. Kemudian diikuti PT Manulife Aset Manajemen Indonesia dengan dana kelolaan mencapai Rp 44,61 triliun, PT Sinarmas Asset Management mencapai Rp 36,93 triliun, PT BRI Manajemen Investasi mencapai Rp 36,85 triliun, dan PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen dengan dana kelolaan Rp 32,96 triliun.
Head of Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, MI lokal mendominasi pengelolaan reksadana karena memiliki saluran distribusi yang lebih luas. Namun, Wawan mengingatkan, data Infovesta hanya data pengelola reksadana, baik dalam mata uang rupiah dan dollar Amerika Serikat (AS). Jika dilihat secara keseluruhan, MI asing juga masih terbilang menguasai pasar karena data yang disusun Infovesta masih belum menyertakan data dana kelolaan produk penyertaan terbatas. "Data tersebut belum memasukkan produk penyertaan terbatas. Dana kelolaan membaik setelah proyeksi suku bunga turun terealisasi, didukung juga oleh peningkatan jumlah investor," ungkap Wawan kepada Kontan, Rabu (9/10).
Baca Juga: Bahana TCW Terapkan Strategi Defensif di Tengah Peningkatan Yield Adapun Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) total dana kelolaan produk reksadana secara industri mencapai Rp 503,49 triliun, sementara total dana kelolaan manajer investasi Rp 818,78 triliun. Wawan menilai, hasil laporan keuangan pada kuartal III-2024 bisa menjadi sentimen positif serta menjadi optimisme pemerintahan baru. Selain itu, sentimen lainnya adalah penurunan suku bunga karena berpotensi memberikan imbal hasil yang lebih tinggi terhadap reksadana. "Dengan demikian, diharapkan dana kelolaan secara industri masih akan meningkat," tuturnya. Mengenai hal ini, Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM) Eri Kusnadi menegaskan, per September 2024 AUM reksadana tercatat senilai Rp 32 triliun, sedangkan total AUM perusahaan tercatat sebesar Rp 43,3 triliun. "Untuk sampai akhir tahun, saya rasa masih cukup dinamis, ya, kondisi pasarnya karena ada ketegangan geopolitik. Kita harus menunggu dinamika pasar ke depannya, sebelum menetapkan satu angka sebagai target akhir tahun," kata Eri kepada Kontan, Rabu (9/10). Eri menyebut, Batavia Prosperindo memiliki dua kanal, yaitu kanal distribusi dan kanal institusional. Pihaknya telah menerapkan sejumlah strategi untuk megoptimalkan kinerja dua kanal tersebut. Untuk kanal distribusi, Batavia Prosperindo terus mencoba meluncurkan produk baru. Sementara untuk kanal institusional masih mencoba untuk mencari mandat baru ataupun
top up dari investor yang sudah ada, dengan menyediakan solusi-solusi investasi yang sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing investor institusional perusahaan. "Di bulan Oktober ini, kami akan keluarkan satu (produk), mungkin menjelang akhir tahun akan ada satu lagi dan itu kami rasa sudah cukup," ujarnya. Pada Rabu (9/10), Batavia Prosperindo Aset Manajemen meluncurkan reksadana syariah efek luar negeri terbaru bernama Batavia India Sharia Equity USD. Sesuai namanya, reksadana ini berinvestasi pada pasar saham India yang merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi salah satu tertinggi di dunia. Reksadana ini pada tahap awal akan ditawarkan melalui APERD BCA, dan HSBC.
Baca Juga: Prospek Reksadana Pendapatan Tetap Masih Menarik, Begini Strategi MI Kerek Return Sementara itu, Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto mengatakan, pihaknya menargetkan dana kelolaan bisa mencapai Rp 17 triliun hingga akhirt tahun ini. Adapun per September 2024, dana kelolaan reksadana perusahaan tercatat sebesar Rp 15,47 triliun. "Kami terus mengoptimalkan kinerja reksadana dan pemasaran, menambah salurah pemasaran, dan penerbitan produk reksa dana baru," kata Rudiyanto kepada Kontan, Rabu (9/10). Menurutnya, laporan kinerja emiten di kuartal III-2024, pemangkasan suku bunga, dan pergerakan IHSG serta obligasi bisa menopang pertumbuhan hingga akhir tahun ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat