JAKARTA. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) seri RI0142 pekan lalu, menjadi incaran sejumlah Manajer Investasi (MI) di pasar sekunder. Obligasi senilai US$ 1,75 miliar itu dijual di pasar pedana dengan kupon 5,25% dan imbal hasil (yield) 5,375%. Tenornya dipatok 30 tahun. CIMB Principal Asset Management termasuk yang berniat mendapatkan surat utang yang biasa disebut global bond itu. Perusahaan pengelolaan dana yang berinduk di Malaysia itu berniat menjadikan global bond sebagai aset dasar produk reksadana pendapatan tetapnya. Fadlul Imamsyah, Vice President of Investment CIMB Principal Asset Management, menuturkan, global bond cocok menjadi underlying asset reksadana fixed income CIMB yang berdenominasi dollar AS, yakni CIMB Principal Dollar Bond. Global bond terbitan pemerintah RI, menurut Fadlul, terbilang likuid di pasar sekunder dibanding obligasi berdenominasi dollar AS yang diterbitkan oleh korporasi.
Sejauh ini, CIMB Principal sudah banyak memutar dana kelolaan reksadana dollar AS berjenis pendapatan tetap, di global bond terbitan pemerintah RI. Namun, "Yang global bond RI terbaru belum ada. Kami berniat memanfaatkannya sebagai aset dasar karena likuid sehingga mudah ditransaksikan," jelas Fadlul, pekan lalu. Bukan tanpa alasan jika CIMB Principal lebih memilih instrumen ini ketimbang global bond yang diterbitkan korporasi. Fadlul mencatat, imbal hasil SBN dollar AS pemerintah RI di pasar sekunder, berkisar 2%-4%. Sedangkan obligasi dollar AS yang diterbitkan oleh korporasi dalam negeri memiliki tingkat yield di pasar sekunder sebesar 8%. "Dengan demikian, harga global bond terbitan pemerintah RI lebih tinggi dari harga obligasi korporasi. Kami bisa mencari keuntungan dari potensi kenaikan harganya di pasar sekunder," papar Fadlul. Gerak fluktuatif Danareksa Investment Management juga berminat menempuh strategi serupa. MI pelat merah ini akan memburu global bond RI seri terbaru sebagai aset dasar reksadana pendapatan tetap dollar AS. "Kami harus hitung dulu kalkulasi yield global bond ini," kata Prihatmo Hari, Direktur Danareksa Investment Management. Namun, Danareksa tidak berminat menjadikan global bond tersebut sebagai aset dasar reksadana terproteksi. "Tenor 30 tahun terlalu panjang," kata Hari. Edbert Suryajaya, analis Infovesta Utama, menambahkan, reksadana dollar AS berjenis pendapatan tetap, masih menarik sebagai instrumen untuk membiakkan modal. "Return produk tersebut diprediksi akan meningkat, tertopang kinerja obligasi dollar AS," jelas Edbert. Indonesia diperkirakan menyandang peringkat layak investasi dari dua lembaga rating lain yakni Standard and Poor\'s dan Moody\'s, tahun ini. Jika itu terjadi, ucap Edbert, kinerja pasar obligasi akan membaik karena harga akan semakin terkerek. "Peringkat investment grade akan merangsang lebih banyak investor asing untuk masuk pasar domestik," jelas dia.