KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Manchester United diperkirakan akan tetap mempertahankan Erik ten Hag sebagai manajer, meskipun hasil buruk yang dialami tim tersebut di awal musim. Setelah kekalahan telak 3-0 dari Tottenham di Old Trafford pada hari Minggu, posisi Ten Hag memang mendapat sorotan tajam, namun manajemen klub memilih untuk tetap mendukungnya. Pertandingan mendatang melawan Porto di Liga Europa dan Aston Villa di Liga Premier Inggris menjadi ujian penting bagi pelatih asal Belanda tersebut.
Awal Musim yang Sulit Bagi Manchester United
Erik ten Hag menghadapi awal musim yang sulit, di mana Manchester United hanya berada di peringkat ke-12 klasemen sementara Liga Premier Inggris. Dari sembilan pertandingan yang telah dilakoni di semua kompetisi, United hanya mampu meraih tiga kemenangan.
Situasi ini memunculkan pertanyaan mengenai masa depan Ten Hag, namun klub sepertinya masih mempercayainya untuk memperbaiki keadaan.
Baca Juga: Erik ten Hag Tak Berpikir akan Kehilangan Pekerjaan Sebagai Manajer Manchester United Menurut beberapa sumber dari internal klub, tidak ada tanda-tanda perubahan mendadak terkait posisi manajer. Manchester United tetap fokus pada persiapan pertandingan-pertandingan mendatang, terutama laga melawan Porto dan Aston Villa. Pernyataan resmi dari klub terkait masa depan Ten Hag pun belum dikeluarkan. Setelah kekalahan dari Tottenham, Ten Hag menyatakan bahwa dirinya tidak memikirkan tentang pemecatan dan menegaskan bahwa ia dan para pemilik klub "sejalan" dalam visi yang sama. Sebelumnya, Ten Hag menandatangani kontrak baru pada musim panas lalu, di mana CEO klub, Omar Berrada, menyatakan dukungan penuh kepada manajer tersebut. Meskipun tekanan kepada Ten Hag semakin meningkat, manajemen Manchester United dilaporkan akan mempertimbangkan situasi dengan hati-hati dan tidak akan membuat keputusan terburu-buru berdasarkan hasil buruk semata. Mereka menilai bahwa tantangan yang dihadapi musim ini memerlukan penanganan strategis dan waktu untuk memperbaiki performa tim.
Statistik Buruk di Awal Musim
Manchester United mencatatkan beberapa rekor negatif di awal musim ini. Dari enam pertandingan pertama di Liga Premier Inggris, United hanya mampu mengumpulkan tujuh poin, yang merupakan catatan terendah sejak musim 2007-2008. Selain itu, tim ini juga mengalami kekalahan beruntun tanpa mencetak gol di kandang sendiri, Old Trafford, untuk pertama kalinya sejak November 2021. Statistik lebih lanjut memperlihatkan bahwa United telah mengalami 23 kekalahan di Liga Premier dengan margin tiga gol atau lebih sejak era Sir Alex Ferguson berakhir, lebih banyak daripada yang mereka alami selama 1.035 pertandingan di bawah Ferguson (22 kali).
Baca Juga: Erik Ten Hag Tak Khawatir Dipecat Pasca Kekalahan 0-3 dari Tottenham di Old Trafford Bahkan, dalam tiga pertandingan kandang di Liga Premier musim ini, United hanya mampu mencatatkan expected goals (xG) sebesar 4,84, sementara Tottenham mencatatkan xG 4,67 hanya dalam satu pertandingan melawan United. Pertahanan yang rapuh juga menjadi sorotan. Musim lalu, Manchester United kebobolan 58 gol di Liga Premier, jumlah terbanyak dalam satu musim dengan 38 pertandingan. Di sisi lain, serangan United juga tumpul, dengan hanya lima gol yang dicetak dalam enam pertandingan pertama musim ini. Tidak ada pemain yang mencetak lebih dari satu gol di liga, dengan beberapa pemain seperti Marcus Rashford, Amad Diallo, Joshua Zirkzee, Matthijs de Ligt, dan Alejandro Garnacho hanya mencetak satu gol masing-masing.
Pembelian Saham Jim Ratcliffe dan Pengaruhnya Terhadap Klub
Pada Desember 2023, Sir Jim Ratcliffe membeli 27,7% saham Manchester United melalui divisi olahraga Ineos, yang mengakibatkan perubahan besar dalam struktur klub. Meskipun begitu, Ratcliffe menegaskan bahwa permasalahan klub jauh lebih kompleks daripada sekadar peran manajer, dan menyatakan bahwa sejak 2013, tidak ada pelatih yang mampu sukses dalam lingkungan yang ada di United. Ratcliffe mengindikasikan bahwa fokusnya adalah menciptakan lingkungan yang mendukung agar pelatih dan para pemain dapat berprestasi maksimal.
Baca Juga: Erik Ten Hag dalam Tekanan Berat Pasca Kekalahan Memalukan dari Tottenham Hotspur Setelah musim lalu berakhir, manajemen United sempat mempertimbangkan pergantian manajer, namun akhirnya memutuskan untuk mempertahankan Ten Hag setelah kemenangan di final Piala FA melawan Manchester City. Ten Hag, yang mendapatkan perpanjangan kontrak hingga 2026, juga didukung oleh perubahan staf kepelatihan di mana Ruud van Nistelrooy dan Rene Hake menggantikan Steve McClaren, Benni McCarthy, dan Mitchell van der Gaag. Setelah kekalahan melawan Tottenham, Ten Hag menegaskan bahwa dirinya masih memiliki dukungan penuh dari manajemen dan kepemilikan klub.
Pekan Penting bagi Ten Hag
Pekan ini akan menjadi momen penting bagi Erik ten Hag. Manchester United akan bertandang ke Porto dalam pertandingan Liga Europa pada Kamis, setelah bermain imbang melawan FC Twente di pertandingan fase grup sebelumnya. Selanjutnya, United akan menghadapi Aston Villa yang sedang dalam performa bagus di Villa Park pada Minggu dalam pertandingan Liga Premier. Pertandingan melawan Aston Villa akan menjadi yang terakhir sebelum jeda internasional pada bulan Oktober, yang membuatnya menjadi ujian krusial bagi Ten Hag untuk membalikkan keadaan.
Baca Juga: Perubahan Aturan Keuangan Liga Primer Inggris di Tengah Vonis Manchester City Manchester United bukanlah klub yang asing dengan situasi di mana manajernya berada di bawah tekanan besar. Sejak pensiunnya Sir Alex Ferguson pada 2013, beberapa manajer telah dipecat setelah hasil-hasil yang mengecewakan. Namun, manajemen United umumnya memberikan waktu yang cukup bagi para manajer untuk membuktikan diri mereka. David Moyes, misalnya, baru dipecat setelah United secara matematis gagal lolos ke Liga Champions pada tahun 2014. Sementara itu, Louis van Gaal bertahan hingga akhir musim meskipun mengalami kekalahan beruntun di pertengahan musim. Manajemen juga mempertahankan Ole Gunnar Solskjaer selama satu bulan lebih meskipun mengalami kekalahan memalukan 5-0 dari Liverpool pada Oktober 2021. Meskipun demikian, setiap manajer yang pernah mengasuh United setelah Ferguson dipecat ketika performa tim dinilai tidak cukup baik untuk bersaing di level tertinggi.
Editor: Handoyo .