JAKARTA. PT Mandala Airlines selamat dari ancaman pailit. Mayoritas kreditur Mandala akhirnya menerima proposal perdamaian maskapai penerbangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Cardig Internasional Aviation itu, untuk mengonversi piutang mereka menjadi saham. Dalam pemungutan suara atau voting pada rapat kreditur, kemarin (24/2), mayoritas kreditur menerima proposal damai Mandala. Dari 345 suara, 304 menyatakan menerima, 37 suara menolak, tiga suara abstain, sementara satu suara tidak sah. Hasil voting telah memenuhi persyaratan untuk mencapai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) seusai harapan Mandala. Sebab, jumlah kreditur yang menerima, mencapai lebih dari separuh jumlah kreditur.
Selain itu, nilai piutang kreditur yang menerima proposal damai mencapai 70,58% dari total utang Mandala yang nilainya sekitar Rp 2,4 triliun. Menurut Duma Hutapea, Pengurus PKPU Mandala, agar sah, total piutang kreditur yang menerima harus mencapai minimal dua pertiga dari total nilai tagihan Mandala. Diono Nurjadin, Presiden Direktur Mandala, mengaku lega proposal damai diajukan perusahaannya memperoleh persetujuan dari kreditur. Ia bilang, Mandala gembira dengan dukungan yang diberikan oleh mayoritas kreditur. Sebab, proses perdamaian dalam PKPU ini sangat menentukan bagi proses selanjutnya, yaitu menyelesaikan perjanjian investasi dengan beberapa calon investor Mandala. "Ini kabar yang bagus sekali untuk kami. Mudah-mudahan perusahaan kami segera dapat beroperasi kembali," kata Diono. Untuk tahap pertama, menurut Diono, Mandala akan merangkul dulu calon investor keuangan. Kalau komitmen pendanaan sudah jelas, Mandala akan menggandeng investor strategis dalam proses restrukturisasinya. "Saat ini kami belum bisa menyebut siapa investornya, namun dalam waktu dekat akan kami umumkan," lanjutnya. Kreditur tak puas Beberapa kreditur rupanya tidak puas dengan hasil voting. Mereka kecewa dengan proposal Mandala yang hanya menawarkan satu opsi perdamaian yaitu dengan mengonversi piutang menjadi saham. Merpati Nusantara Airlines misalnya, menolak proposal damai itu. Direktur Niaga Merpati, Toni Aulia Achmad mengatakan, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mereka tidak bisa seenaknya mengonversi saham di perusahaan swasta seperti Mandala. "Prosedurnya rumit, jadi kami minta utang sebaiknya dibayar saja," katanya. Utang Mandala terhadap Merpati mencapai US$ 200.000.
Lufthansa Airlines yang juga menjadi kreditur Mandala, juga tak puas. "Menurut kami Mandala hanya mengulur-ulur waktu untuk membayar utangnya," kata Heber Sihombing, Kuasa Hukum Lufthansa. Mandala berutang Rp 89 miliar kepada maskapai penerbangan asal Jerman itu. Asosiasi Perusahaan Agen Penjual Tiket Penerbangan Indonesia (Astindo) juga termasuk yang tidak puas. Ketua Bidang Tiketing Astindo, Pauline Suharno menilai, sebenarnya Mandala bisa melakukan pembayaran utang dengan mencairkan
escrow account miliknya. Sayangnya, Mandala menolak opsi lain. Piutang Astindo ke Mandala mencapai Rp 42 miliar yang terdiri dari dana deposit dan klaim tiket. Nien Rafles Siregar, Kuasa Hukum Mandala, tak menampik ada kreditur yang menolak tawaran perdamaian. Ia bilang, kreditur yang menolak dapat mengajukan upaya hukum keberatan dalam sidang di Pengadilan Niaga, Rabu (2/3) depan. Keputusan rapat kreditur hari ini memang masih harus disahkan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta, pekan depan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie