JAKARTA. Emiten perkebunan kelapa sawit menyambut baik program kewajiban campuran 15% bahan bakar nabati dari minyak kepala sawit pada bahan bakar solar yang ditetapkan pada 17 Agustus 2015 lalu. Hanya saja mereka masih menunggu keseriusan implementasi program tersebut oleh pemerintah, agar harga CPO bisa ikut terdongkrak. Kepala Hubungan Investor PT Sampurna Agro Michael Kusuma mengatakan langkah pemerintah yang mewajibkan penggunaan campuran bahan bakar nabati (BBN) dari olahan minyak kelapa sawit sebesar 15% pada bahan bakar solar termasuk yang dijual di SPBU akan lebih banyak menyerap minyak kelapa sawit untuk biofuel. Dengan begitu, maka permintaan crude palm oil akan meningkat. Dengan adanya tambahan permintaan CPO ini,maka pemerintah bisa menghemat impor BBM hingga 1,5 juta kilo liter. Saat ini produksi CPO nasional berada pada kisaran 30 juta ton. Michael berharap adanya kewajiban campuran bahan bakar biodiesel hingga 15% ini bisa menaikkan permintaan akan CPO secara signifikan.
Michael melihat program B15 ini sangat positif karena menambah konsumsi CPO dalam negeri yang selama ini lebih banyak diekspor ke luar negeri. Dengan adanya peningkatan permintaan ini, akan mempengaruhi harga CPO di pasar luar negeri atau pasar ekspor. Dengan demikian, akan membantu pendapatan negara. Selain membantu pendapatan negara, adanya program B15 ini bisa membantu kehidupan dan mata pencaharian masyarakat yang hidupnya tergantung dari kepala sawit. Asal tahu saja, ada sekitar 20 ribu keluarga yang menjadi mitra lokal dari Sampurna Agro. Selain itu, ada sekitar 10 ribu tenaga kerja yang hidupnya bergantung pada perkebunan kelapa sawit Sampurna Agro. "Dengan begitu, program mandatory B15 ini cukup baik untuk bangsa dan negara," tambah dia. Direktur PT Sawit Sumbermas Sarana Harry M. Nadir mengatakan program mandatory B15 ini otomatis akan berdampak pada harga CPO di pasar . Hal ini karena adanya permintaan baru. Dengan adanya mandatory 15 % dari 40 juta kilo liter kebutuhan solar per tahun, maka sekitar 6 juta liter biodisel yang dibutuhkan. Dengan begitu, maka CPO yang semula disiapkan untuk bisa diekspor bisa dilepaskan untuk kebutuhan biodiesel di dalam negeri. Meski demikian, ia mempertanyakan kapan pastinya pemerintah mengimplementasikan dan mengumumkan progress dari program mandatory B15 ini. Karena meski program sudah ditetapkan, hingga kini harga CPO di pasaran masih jeblok di bawah US$ 1000 per ton. Dengan harga seperti ini, maka yang paling dirugikan adalah 6 juta petani kelapa sawit Indonesia. "Kelapa sawit yang sudah dipunguti dihargai dengan sangat murah," jelasnya. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan menyambut baik program B15 ini, menurut dia, program ini sudah sejak lama digulirkan . Tujuannya agar harga minyak kelapa sawit (CPO ) bisa meningkat di pasaran domestik maupun di pasaran internasional. Ia memprediksi dengan kewajiban penggunaan solar yang dicampur 15% Bahan Bakar Nabati dari olahan minyak kelapa sawit ini, maka ada sekitar 5 juta ton CPO yang akan terserap oleh pasar. Managing Partners Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adhie Joe mengatakan untuk jangka pendek kebijakan B15 ini tidak akan berpengaruh pada kinerja emiten-emiten kelapa sawit. Karena pasar masih menunggu keseriusan implementasi kebijakan ini oleh Pertamina yang akan menyalurkan bahan bakar solar hasil campuran bahan bakar nabati 15%.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, program B5 dan B10 ternyata tidak berjalan baik, karena Pertamina masih belum serius melaksanakannya. Buktinya, stock atau pasokan CPO di pasaran tidak mengalami penurunan, malah sebaliknya mengalami peningkatan. Progam ini baru akan berdampak jangka panjang, jika pemerintah dan Pertamina serius melaksanakan program ini, maka dalam jangka panjang stock CPO akan berkurang dan harga CPO akan mengalami kenaikan. Jika harga CPO kembali naik, akan memberikan dampak positif bagi emiten-emiten kelapa sawit. Jika ini terjadi Kiswoyo Adhie Joe merekomendasikan pelaku pasar untuk melirik saham PT Gozco Plantation, PT Eagle High , PT Sumber Sawit Mas, dan PT London Sumatra Plantation. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto