JAKARTA. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mengaku gembira atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa piutang di perbankan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak lagi dianggap piutang negara. "Tapi kami belum mengantongi putusan resminya. Jadi belum dapat mengkaji isi detailnya seperti apa," kata Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini, Jumat (28/9). Menurutnya, putusan MK ini akan berpengaruh signifikan pada kinerja perusahaan BUMN. Mengingat selama ini peraturan yang ada tidak memperbolehkan perbankan BUMN melakukan haircut. "Dan ini cukup menghalangi bisnis kami," tambahnya. Saat ini jumlah piutang warisan yang terdapat di Bank Mandiri mencapai Rp 32 triliun. Sebagian besar piutang tersebut sudah dihapus buku dan sekitar Rp 8 triliun berada di Panitia Piutang Urusan Negara (PPUN). Jumlah tersebut merupakan piutang yang sudah ada sejak krisis sebelumnya. Walaupun sudah dihapus buku, tapi piutang ini tidak mengalami hapus tagih. Mayoritas dari piutang ini berasal dari korporasi. "Tapi yang ritel juga banyak, terlebih yang kasus bencana alam," ungkap Zulkifli. Karena sudah tak tercatat di laporan keuangan lagi, Zulkifli menjelaskan, nantinya bisa ada pelunasan akan langsung berdampak pada laba Bank Mandiri. "Untuk itu kan kami harus bicara dengan debiturnya satu-satu," pungkasnya.
Mandiri bisa kebanjiran untung warisan piutang
JAKARTA. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mengaku gembira atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa piutang di perbankan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak lagi dianggap piutang negara. "Tapi kami belum mengantongi putusan resminya. Jadi belum dapat mengkaji isi detailnya seperti apa," kata Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini, Jumat (28/9). Menurutnya, putusan MK ini akan berpengaruh signifikan pada kinerja perusahaan BUMN. Mengingat selama ini peraturan yang ada tidak memperbolehkan perbankan BUMN melakukan haircut. "Dan ini cukup menghalangi bisnis kami," tambahnya. Saat ini jumlah piutang warisan yang terdapat di Bank Mandiri mencapai Rp 32 triliun. Sebagian besar piutang tersebut sudah dihapus buku dan sekitar Rp 8 triliun berada di Panitia Piutang Urusan Negara (PPUN). Jumlah tersebut merupakan piutang yang sudah ada sejak krisis sebelumnya. Walaupun sudah dihapus buku, tapi piutang ini tidak mengalami hapus tagih. Mayoritas dari piutang ini berasal dari korporasi. "Tapi yang ritel juga banyak, terlebih yang kasus bencana alam," ungkap Zulkifli. Karena sudah tak tercatat di laporan keuangan lagi, Zulkifli menjelaskan, nantinya bisa ada pelunasan akan langsung berdampak pada laba Bank Mandiri. "Untuk itu kan kami harus bicara dengan debiturnya satu-satu," pungkasnya.