Mandiri dan BNI seperti menanti godot



JAKARTA. Kebijakan DBS Group Holding Ltd yang tidak memperpanjang perjanjian pengambilalihan 100% saham Asia Finansial (Indonesia) Ptd Ltd, pemilik 67,37% saham Bank Danamon, mengisyaratkan akan sulitnya bank-bank BUMN berekspansi di Singapura. Kendati begitu, Mandiri dan BNI masih tetap melanjutkan niat  meminta izin dari regulator negeri jiran itu.

Direktur Keuangan Bank Mandiri, Pahala N. Mansury, mengatakan Mandiri masih tetap berniat melakukan ekspansi di Singapura. Saat ini Mandiri sedang menanti restu  Monetary Authority of Singapore (MAS). "Kami masih berharap memperoleh kesempatan ekspansi di regional," ujarnya, Kamis (1/8).

Mandiri memang ngebet berekspansi di Singapura. Mandiri sedang menunggu tiga izin operasional dari otoritas Singapura. Yakni, izin qualifying full bank (QFB), lisensi tertinggi untuk Mandiri Sekuritas dan Mandiri Asset Management. Bank Mandiri sendiri telah beroperasional terbatas.


Bank BNI juga mengambil langkah serupa. Bank berlogo 46 ini terus melanjutkan negosiasi dengan MAS. Kepala Divisi Internasional BNI, Abdullah Firman Wibowo, mengatakan BNI perlu memperluas ekspansi guna melayani masyarakat Indonesia di Singapura, meski syarat MAS menyulitkan dan tidak praktis.

Ada beberapa syarat MAS ke BNI agar mendapat restu. Pertama, menaikkan status jadi QFB dengan  syarat memiliki modal minimal Rp 11 triliun. MAS mewajibkan sumber daya manusia (SDM) bersertifikat pendidikan Singapura. Hal ini berlaku untuk posisi general manager hingga chief executive officer.

Kedua, cabang yang beroperasi tidak bisa menyediakan layanan perbankan dalam satu cabang. Contohnya, BNI memiliki cabang dengan layanan korporat dan ritel. Jika menambah cabang lagi,  harus  split operational. Satu menggarap korporasi dan satu lagi ritel. “Nasabah memerlukan pelayanan lebih lengkap, jika  fungsi dibatasi, ya, kurang efisien”.  tambah Firman.

Perjuangkan resiprokal

Pembatalan akuisisi DBS  ke Danamon memang melemahkan posisi Bank Indonesia (BI) mendesak penerapan asas resiprokal atau kesetaraan di Singapura. Maklum bank domestik sulit berekspansi di negeri jiran, tapi  bank  Singapura bebas melenggang menggarap Indonesia.

Sebenarnya BI memberikan ruang DBS memiliki 67,37% saham Danamon. Namun, agar rencana tersebut terwujud, membutuhkan pengecualian aturan kepemilikan bank umum. Beleid  BI embatasi kepemilikan saham investor bank maksimal 40%. Bila ingin di atas 40% harus mendapat restu BI dan secara bertahap.

Sebagai ganti, BI meminta pengecualian dengan memberikan keleluasaan bagi Bank Mandiri, BNI dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) berekspansi dan melakukan pengawasan lintas negara. Dalam pertemuan pada Mei lalu, MAS meminta 3 bulan - 4 bulan mereview kebijakannya. 

Gubernur BI Agus Martowardojo berjanji akan tetap memperjuangkan asas resiprokal. Saat ini BI tetap berkomunikasi intens dengan MAS. "Kami tetap terbuka terhadap kemungkinan bank berbasis Singapura tumbuh di Indonesia dan bank yang berbasis Indonesia tumbuh di Singapura," ujarnya. Tapi, pasca pembatalan akuisisi DBS dan beratnya syarat MAS, sepertinya harapan bank-bank Indonesia berekspansi ke Singapura, bagaikan menanti godot.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Roy Franedya