KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana
offshore dengan portofolio sepenuhnya berupa saham syariah asing menarik. Namun biaya pembelian pertama yang mahal kerap memicu investor urung masuk. Namun, PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) punya alternatif bagi investor yang menginginkan reksadana yang menyertakan saham asing dalam portofolionya, yaitu produk Mandiri Investa Equity ASEAN 5 Plus. Kinerja reksadana saham ini terbilang moncer dan harga pembeliannya relatif terjangkau. Secara
year to date hingga 15 November 2017, imbal hasil Mandiri Investa Equity ASEAN 5 Plus tercatat sebesar 13,97%. Imbal hasil tersebut melampaui indeks rata-rata return reksadana saham Infovesta yang pada periode sama baru mencapai 5,60% dan bahkan melampaui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang naik 12,76%.
Mandiri Investa Equity ASEAN 5 Plus mengalokasikan 88,35% dana kelolaannya pada saham-saham di Bursa Efek Indonesia. Lalu, sebanyak 4,77% diinvestasikan dalam saham asing. Sisa 6,88% ditempatkan di pasar uang untuk mengamankan kas. Chief Investment Officer (CIO) PT Mandiri Manajemen Investasi Alvin Pattisahusiwa menyebut, keunikan dari reksadana ini sesuai namanya yang mengindikasikan portofolio juga menyasar pasar ASEAN. "Reksadana ini mempunyai eksposure ke luar negeri terutama ASEAN dengan batasan investasi maksimum 15% dan merupakan satu satunya reksadana berbasis rupiah yang mempunyai eksposure terhadap saham luar negeri seperti saham di Singapura, Hong Kong, Filipina, dan Thailand," jelasnya, pekan lalu. Menilik
fund fact sheet terbitan Oktober 2017, sejumlah saham yang menjadi jeroan produk ini adalah BBCA, BBRI, HMSP, TLKM, UNVR. Alvin menjelaskan, porsi saham asing berupa saham sektor teknologi di Hong Kong, perbankan di Singapura dan holding company di Filipina. Strategi yang diterapkan perusahaan adalah dengan menggunakan pendekatan fundamental baik secara
top down untuk pemilihan sektor maupun
bottom up untuk pemilihan saham. Ditambah dengan proses kombinasi dengan metode kuantitatif sebagai pelengkap dengan fokus portfolio pada saham
blue chip. "Pengelolaan secara umum memiliki porsi index mover dan memiliki porsi aktif," papar Alvin. Calon investor bisa menyetor biaya investasi awal minimal Rp 50.000. Biaya pembelian dikutip 2% dan biaya penjualan kembali serta biaya
switching masing-masing 1%. Nilai dana kelolaan hingga akhir Oktober berada di Rp 20,34 miliar. Namun, Alvin tidak memberikan indikasi target akhir AUM maupun yield hingga akhir tahun ini. Research & Investment Analyst Infovesta Utama Wawan Hendrayana melihat secara kinerja, imbal hasil sepanjang tahun berjalan produk reksadana ini sangat bagus, karena mengikuti saham dengan kapitalisasi IHSG yang besar. Namun, jumlah dana kelolaannya menunjukkan keadaan yang cukup unik.
Menurutnya terdapat
redeem besar pada Agustus dari posisi awal di kisaran Rp 50 miliar menjadi Rp 42 miliar-an, dan pada Oktober mengalami
redeem lagi hingga porsi Rp 20 miliar. "Kalau
redeem sebesar ini bisa jadi investor kakapnya keluar," jelas Wawan. Sedangkan mengenai porsi saham asing, kata Wawan, sesuai regulasi, saham ekuitas global non syariah dibatasi hingga 15% porsi. Maka porsi reksadana ini yang dibawah 5% seharusnya tidak memberikan pengaruh signifikan, apalagi saham asing tersebut tidak memegang porsi terbesar dalam portofolio. Namun melihat kinerjanya yang bagus di rentang atas, Wawan yakin fund manager lihai menjaga investor, maka potensi imbal hasil tembus hingga 14% bisa saja terjadi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini