Mandiri pertimbangkan akuisisi Bank Mutiara



JAKARTA. Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan aset terbesar yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) tengah mengkaji kemungkinan akuisisi PT Bank Mutiara Tbk (BCIC). Bank eks Century ini sedang ditawarkan kepada investor seharga Rp 6,7 triliun. Zulkifli Zaini Direktur Utama Bank Mandiri menyampaikan, dengan modal bank berpelat merah ini yang mencapai Rp 53 triliun pada triwulan I/2011, maka sebagian akan dialokasikan untuk pertumbuhan anorganik seperti mengakuisisi bank kelas menengah, perusahaan asuransi atau multifinance. Adapun modal tersebut sebagian berasal dari hasil right issue bank Mandiri sebesar Rp 11,68 triliun. Meskipun bank BUMN lain menilai harga bank Mutiara relatif mahal, tetapi bank berkode saham BMRI ini tidak ingin menilai bank tersebut dengan banderol harganya. Menurutnya, bank Mandiri perlu melakukan pendetailan dan pengkajian bank tersebut apakah memiliki potensi pertumbuhan. "Kami tidak bisa memberikan pendapat apakah nilai itu mahal atau murah secara tepat, tanpa Mandiri melakukan pengkajian yang mendalam," katanya, Selasa (26/7).

Joseph Pangaribuan, Analis Perbankan Samuel Sekuritas menilai, dengan kondisi Mutiara saat ini, harga yang dipatok memang terlalu tinggi. Sebab, sebenarnya yang dibeli bukanlah nilai perusahaan. Apalagi, secara aggregate Bank Mutiara masih mengalami rugi dan belum sanggup memberikan dividen. “Investor yang tertarik, layak mendapatkan harga diskon,” ujarnya.

Apalagi, jika bank yang bersangkutan ingin membeli BCIC dengan menggunakan obligasi rekap, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. “Apakah ke depan, keuntungan akuisisi ini sebanding atau lebih besar ketimbang saat menggenggam obligasi rekap. Atau justru lebih kecil keuntungannya, perlu perhitungan yang dalam,” jelasnya. Recap bond Bank Mandiri Rp 79 triliun Zulkfili mengakui nilai obligasi rekapitalisasi (recap bond) perusahaan yang dipimpinnya masih sebesar Rp 79 triliun, lebih lanjut jika ada pasar yang tertarik maka bank Mandiri akan melepas recap bond tersebut. Adapun nilai recap bond tersebut terdiri dari Rp 55 triliun untuk diperdagangkan (available to sale) dan Rp 22 triliun berstatus jatuh tempo (hold to maturity). Dengan pengkajian mengakuisisi bank Mutiara dan masih memiliki recap bond, Zulkifli menambahkan, pertumbuhan anorganik lebih memiliki potensi yang besar dibandingkan dengan memiliki surat utang. Karena imbal hasil recap bond kini tidak lagi dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tiga bulan melainkan dari Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan. "Memang imbal baliknya cukup terbatas dari SPN itu, jadi kalau ada peluang nilai tambah yang lebih dibandingkan SPN 3 bulan, sudah bakalan tentu akan berupaya untuk anorganik," tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: