KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ketidakpastian di pasar keuangan masih akan membayangi di semester II-2024. Dalam kondisi ini, investor sebaiknya mengalokasikan aset ke risiko rendah dan berikan imbal hasil pasti. Direktur Investasi KISI Asset Management (KISI AM) Arfan Karniody menyarankan untuk lihat aset pendapatan tetap dulu. Ini karena masih adanya kondisi
uncertainty atau ketidakpastian, sehingga pendapatan tetap lebih cocok dibandingkan ekuitas. Namun ini bukan berarti aset saham tidak menarik. Saham lebih cocok untuk dalam jangka panjang karena masih ada ketidakpastian seperti suku bunga acuan. Ekspektasi pasar melihat suku bunga bakal dipangkas di akhir tahun, tidak menutup kemungkinan bisa berubah.
“Inilah yang namanya
uncertainty. Tidak ada yang jelas, tidak ada yang tahu. Sedangkan kalau pendapatan tetap imbal hasilnya jelas. Terlebih lagi, risikonya terukur,” kata Arfan saat ditemui dalam acara KISI Market Outlook, (17/7). Arfan menilai, Bank Indonesia (BI) tentunya tidak akan mendahului The Fed dalam memangkas suku bunga acuan. Sehingga kemungkinan BI Rate masih bakal bertahan di level 6,25% hingga akhir tahun. Baca Juga:
Emas Sebagai Aset Safe Haven Paling Oke, Berikut Tips Investasinya Pergerakan nilai tukar ke depannya akan menjadi sorotan dalam mempertimbangkan suku bunga acuan. Apabila, pemangkasan suku bunga Fed telah melemahkan dolar AS dan di sisi lain rupiah menguat, maka BI bakal lebih berani untuk turunkan suku bunga. “Misalnya USD/IDR sampai ke level Rp 15.500, sudah pasti Indonesia akan lebih berani untuk
cut rate. Tetapi kalau misalnya masih di kisaran Rp 15.900, mungkin BI tidak melihat urgensi untuk buru-buru pangkas bunga,” jelas Arfan. Dengan asumsi suku bunga BI bakal bertahan hingga akhir tahun, maka pasar obligasi diperkirakan menguat yang tercermin dari turunnya yield obligasi acauan tenor 10 tahun. Hal ini karena selisih tingkat suku bunga BI dan suku bunga Fed semakin melebar. “Jadi mungkin
yield obligasi 10 tahun antara 6,7% sampai 7,2% di akhir 2024,” tambah Arfan. Sementara itu, Arfan menuturkan, kalau pasar saham masih dalam fase
uncertainty terlihat dari adanya arus dana asing keluar (foreign outflow). Pasar saham khususnya masih terbebani kinerja dari emiten-emiten perbankan yang merupakan penopang Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG). Dengan hubungan tema sekarang yakni akan terjadi pemotongan suku bunga, maka KISI AM melihat sektor paling potensial adalah properti untuk semester kedua 2024. Bank Indonesia serta merta mungkin tidak akan pangkas suku bunga di akhir tahun, tetapi untuk kenaikan suku bunga diperkirakan tidak akan terjadi. Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto mengatakan, sentimen dari dalam negeri yang perlu diperhatikan ialah pergantian Presiden baru di bulan Oktober 2024. Transisi pemerintahan baru ini biasanya memberikan dampak positif ke ekonomi. Di sisi lain, ketidakpastian masih cukup tinggi di luar negeri. Misalnya saja Pilpres AS masih belum tahu hasilnya, maka sikap
wait and see menjadi pilihan terbaik. “Menjaga likuiditas dan investasi di produk risiko rendah sebaiknya di lakukan, setidaknya sampai kuartal I tahun depan,” ujar Eko saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (17/7).
Baca Juga: IHSG Ditutup Melemah, Begini Proyeksi Esok Hari Menurut Eko, investor konservatif lebih baik mengutamakan risiko rendah seperti mengalokasikan ke deposito 50% dan sisanya 50% ke risiko sedang seperti emas. Investor Agresif bisa masukkan aset 50% ke deposito, 25% obligasi, serta 25% saham blue chip. Sementara investor moderat sebaiknya ke 50% deposito dan 50% obligasi. Investor moderat cenderung mengambil posisi tengah, bersikap adil, dan menjadi penengah dalam sebuah konflik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari