Manfaatkan pelemahan rupiah untuk ekspor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Melemahnya kurs rupiah tidak selamanya berefek negatif. Pelemahan rupiah bisa menjadi berkah bagi kegiatan ekspor. Rupiah yang melemah membuat harga produk kita lebih kompetitif di luar negeri sehingga industri dalam negeri memiliki kesempatan mendongkrak ekspor.

Oleh karena itu, pemerintah mengakui, saat ini pihaknya tengah mengidentifikasi komoditas-komoditas yang bisa mendongkrak ekspor, seiring dengan pelemahan rupiah. Tak hanya itu, Kementerian Perdagangan juga menelusuri barang-barang yang bakal tertekan akibat perang dagang. "Daftarnya banyak," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan.

Ketua Bidang Hubungan Internasional dan Investasi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan, sejauh ini industri manufaktur yang memiliki orientasi ekspor, memang terlihat masih cukup baik. Ia pun memprediksi, sektor yang sudah tumbuh positif ini pun akan semakin tumbuh.


"Saya lihat nanti yang akan tumbuh adalah manufaktur berbasis ekspor karena rupiah kita sedang lemah, dan ini sudah terlihat dari impor bahan baku," terang Shinta kepada KONTAN, Jumat (6/7).

Melemahnya nilai tukar rupiah menyebabkan harga barang dari Indonesia di pasar ekspor lebih murah. Artinya, daya saing bertambah.

Ini sudah terlihat pada kinerja ekspor Mei 2018. Pada bulan itu rata-rata harga agregat produk ekspor non migas mencapai US$ 305,3 per ton. Jumlah tersebut turun 4,99% dibandingkan Mei 2017 yang mencapai US$ 321,4 per ton. Sementara, komoditas non migas yang sejauh ini meningkat pesat antara lain besi baja, golongan barang bijih, kerak dan abu logam, lalu barang-barang rajutan dan komoditas timah.

Menurut Shinta, pelemahan rupiah adalah kesempatan mendorong ekspor. Pemerintah harus berupaya memanfaatkan pelemahan rupiah untuk memperbesar ekspor komoditas andalan. Dengan demikian, defisit neraca perdagangan yang selama ini terjadi bisa ditekan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang Mei 2018 kembali defisit US$ 1,52 miliar. Itu merupakan defisit yang keempat pada tahun ini. Total selama lima bulan lalu, neraca dagang sudah defisit US% 2,83 miliar.

Dorong ekspor mineral

Pelemahan rupiah yang dalam memang menjadi biang kerok gonjang-gonjing ekonomi nasional akhir-akhir ini. Mengacu data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, nilai tukar rupiah tahun ini berada di level terbaik pada 25 Januari 2018 dengan kurs Rp 13.290 per dollar AS.

Sejak saat itu, rupiah cenderung melemah dan kini di level Rp 14.409 per dollar pada Jumat (6/7). Dari level terbaik, rupiah sudah melemah 8,42%. Selain pelemahan rupiah, ekonomi nasional juga dihadang dengan perang dagang Amerika Serikat dengan China.

Itulah sebabnya, memanfaatkan pelemahan rupiah untuk mengenjot ekspor bukanlah perkara mudah.

Menteri Koordinator bidang perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah tengah berupaya merombak neraca perdagangan supaya menjadi positif. Caranya dengan membentuk satuan kerja khusus untuk menangani permasalahan ekspor impor. Ekspor akan digenjot, sedangkan impor ditekan.

Darmin memberi sinyal, bakal mendorong ekspor barang-barang mineral. Kementerian Koordinator bidang Perekonomian sudah mengundang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk rapat mempercepat kenaikan ekspor. Sejauh ini, ekspor yang moncer adalah timah. Mei lalu, ekspor timah mencapai US$ 265,9 juta, tumbuht 200,74% dari sebulan sebelumnya yang US$ 88,4 juta

Menurut Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Menkeu Adrianto, produk baja adalah salah satu barang ekspor yang dioptimalkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie