Lama menjalankan bisnis properti yang menyasar perumahan dan perhotelan, PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk mulai tergiur membidik proyek properti jenis lainnya, termasuk menjajal bisnis baru yang kekinian. Kepada jurnalis KONTAN, Asnil Bambani Amri, Richard R. Wiriahardja, Chief Executive Officer PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk, mengungkapkan strategi bisnisnya. Kami tengah mempersiapkan proyek properti
transit oriented development (TOD) di dekat stasiun kereta api bandara Batuceper, Tangerang, Banten.
Di sana kami punya lahan 17 hektare (ha) yang akan kami jadikan apartemen, yang terintegrasi dengan sekolah, rumah sakit, fasilitas komersial, transportasi, perkantoran, serta pusat belanja dan
food and beverages. Dana yang kami butuhkan untuk proyek ini sekitar Rp 10 triliun dengan waktu pengerjaan 5-6 tahun. Untuk proyek ini, kami butuh dukungan dari pemerintah untuk melebarkan jalan menuju stasiun. Kami butuh mitra untuk terlibat. Konsep proyek ini terbilang baru bagi kami, karena sebelumnya kami lebih membangun perumahan murah dan hotel. Maka itu, kami mencari mitra yang memiliki pengalaman dengan proyek TOD. Kami ingin semua fasilitas TOD dibangun serempak di lahan 17 ha. Selain TOD, kami masih setia bikin perumahan murah atau bersubsidi. Saat ini kami memiliki perumahan Citra Kebun Mas di Karawang sejumlah 17.000 unit. Jumlah unit ini akan kami tambah 10.000 lagi karena kami punya lahan 100 ha lagi. Ini prioritas kami, karena target kami pekerja di Karawang. Kenapa saya memilih Karawang? Karena upah minimum di Karawang tertinggi di Jabodetabek. Selanjutnya, saya juga punya landbank di Cikeas, Bogor, seluas 200 ha. Lokasi ini akan kami bangun perumahan menengah. Proyek lainnya yang kami rencanakan adalah bikin hotel di Ubud, Bali di atas luas lahan 100 ha. Proyeksi dana untuk rencana pembangunan hotel di Ubud itu sekitar Rp 700 miliar-Rp 800 miliar, karena targetnya brand internasional. Saat ini kami telah memiliki Le Meridien di Jimbaran yang telah ditawar buyer seharga Rp 700 miliar. Tapi saya tidak mau jual. Kami juga sedang menyusun rencana membangun resort di Sukabumi. Di sana kami punya lahan 72 ha di ketinggian 750 meter di atas permukaan laut. Lokasi ini cocok untuk resort. Namun, kami baru bangun setelah jalan tol ke Sukabumi diresmikan pemerintah. Seluruh rencana proyek memakai landbank kami sendiri yang luasnya sekitar 500 ha. Di luar proyek properti ini, kami sedang mempersiapkan co-working space. Kami melihat ada banyak bisnis milenial yang menarik. Untuk proyek co-working, tahap awal akan kami bikin di dua tempat di Jakarta, di Jalan Fatmawati dan di Jalan Sinabung. Di dua lokasi itu kami sudah punya gedungnya. Karena tidak menguasai bisnisnya, kami membuka kerjasama dengan mitra. Kami tak ingin menguasai bisnis itu sendiri. Saat ini kami sedang melakukan pembicaraan dengan mitra itu, semoga saja bisa terealisasi dalam waktu dekat. Untuk rencana ke depan, yang saat ini sedang kami bidik adalah bisnis teknologi finansial (Tekfin) atau
financial technology. Konsepnya bisa kerjasama, karena kami memiliki 17.000 kepala keluarga yang tinggal di perumahan Citra Kebun Mas Karawang. Ini peluang kami memiliki gerbang pembayaran kredit kepemilikan rumah (KPR) lewat fintech tanpa harus repot lagi ke bank. Untuk menjalankan rencana bisnis itu, kami mempersiapkan penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (
rights issue) atau penawaran umum terbatas (PUT) II dengan target Rp 300 miliar. Sudah ada beberapa investor yang tertarik, dari dalam dan luar negeri. Koneksi dan kepercayaan Inti menjalankan bisnis terletak pada kepercayaan dan koneksi. Saya awalnya adalah salesman komputer sekitar sembilan bulan. Saya berhasil menjual komputer ke Citibank. Setelah itu, saya kemudian bekerja di Citibank, hanya lima bulan. Lalu pindah ke perusahaan properti yang kala itu membangun Gajah Mada Plaza. Di proyek itu saya menjadi general manager (GM) marketing di Gajah Mada Plaza. Tak lama diperusahaan itu, saya mendapatkan koneksi ke banyak pengusaha. Saya mengambil peluang itu untuk menjalin relasi, hingga mereka mengajak saya mendirikan perusahaan sendiri dengan porsi saham 10%. Sejak itulah saya menjadi direktur utama. Dari salesman hingga menjadi direktur utama, tak butuh waktu lama. Itu semua karena saya menjadi kutu loncat. Saran saya kepada anak muda, jadilah kutu loncat agar cepat mendapat jabatan. Namun, jangan jadi kutu loncat sembarangan, mesti ada jaminan di tempat baru itu memiliki masa depan lebih baik. Saat saya memutuskan mendirikan perusahaan baru, istri saya sedang hamil dan butuh biaya. Sementara di perusahaan baru, gaji saya kecil, tetapi saya yakin dan potensinya besar. Di perusahaan baru itu saya membangun proyek properti termasuk perumahan bersubsidi. Namun berbekal keyakinan, perusahaan itu berkembang. Saya kemudian memutuskan untuk mendirikan perusahaan sendiri tahun 1982 yang kini dikenal dengan nama PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk. Dari perjalanan bisnis itu, ada tiga hal yang bisa saya petik dan bagi.
Pertama, bangunlah koneksi yang bisa diandalkan untuk berkembang. Contoh, saat saya diajak bikin perusahaan, pengusaha yang mengajak saya tidak keluar modal uang sama sekali. Ia hanya meminta saya ajukan pinjaman, dengan jaminan nama pengusaha itu. Inilah pentingnya koneksi, yang membuka pintu kesuksesan bagi kita.
Kedua, membangun kepercayaan. Ini pekerjaan berat dan penting di dunia bisnis. Ingat, dunia bisnis itu kecil. Jika ada tipu sana dan tipu sini, semua orang tahu dan tak akan ada yang mau bekerjasama.
Ketiga, berbagilah dan jangan makan sendiri. Jangan serakah mengambil semuanya mulai dari menjadi pengembang sendiri, kontraktor sendiri, pengelola gedung dan pengelola parkiran sendiri. Ini berdampak besar ke perusahaan nantinya. Jika satu unit bermasalah, yang lainnya terkena dampaknya. Maka itu, berbagilah dengan yang lainnya, dan jangan makan sendiri. Konsep inilah yang saya terapkan di perusahaan ini. Karena itu juga, organisasi perusahaan saya ramping dan pengeluarannya tidak banyak. Jika saya mendapat proyek gedung, nantinya akan saya serahkan ke kontraktor. Jika saya mendapat proyek jalan, saya kasih ke mitra yang fokus menjadi kontraktor prasarana jalan. Agar tidak ditipu oleh mitra, saya menyewa ahlinya yang bertugas me-review rencana anggaran belanja (RAB) dan mengawasi proyeknya. Khusus untuk pembebasan lahan, saya sendiri yang mengerjakan. Karena pembebasan lahan merupakan proses terberat dalam menjalankan bisnis properti.
Selanjutnya adalah yakinlah dengan diri sendiri. Mencari kesuksesan tidak mudah, butuh kerja keras. Amazon bisa seperti sekarang butuh waktu puluhan tahun, begitu juga dengan Alibaba. Sama juga dengan Gojek, butuh waktu 8 tahun hingga besar seperti saat ini. Bicara kegagalan itu biasa. Saya pernah enam tahun bisnis Mercedes-Benz dan punya diler. Saat itu saya bisa meyakinkan Blue Bird memakai mobil Mercedes-Benz sebagai armada premiumnya. Namun bisnis otomotif tidak cocok bagi saya, karena komisi penjualannya kecil, sementara biaya operasionalnya mahal. Sehingga akhirnya saya tutup dan saya fokus lagi ke bisnis properti. ◆ Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Mesti Sinaga