Manisnya Peruntungan dari Minuman Khas Rembang



buahkawista_dupla-kartiniBeragam jenis buah lokal banyak diolah menjadi minuman. Salah satunya buah kawista yang memiliki warna dan rasa khas. Di Rembang, Jawa Tengah, sirup dan limun kawista bahkan sudah menjadi ikon khas daerah ini. Peminatnya bahkan datang dari luar Rembang, seperti Bandung, Surabaya, dan Jakarta. Kalau Anda berkunjung ke Rembang, Jawa Tengah, jangan lupa membeli sirup dan limun buah kawista. Produk ini sudah menjadi ikon Rembang, dan sering dibawa Pemerintah Daerah Rembang saat pameran ke luar daerah. Kawista merupakan buah lokal yang tumbuh di Rembang dan sebagian besar area di sepanjang pantai utara (pantura). Buah ini termasuk keluarga jeruk-jerukan, namun berkulit keras dan berwarna coklat kehijauan. Buah ini tidak bisa dijumpai sepanjang tahun, karena musim panennya hanya berlangsung dari Juli hingga September. Namun, produsen sirup buah di Rembang berhasil mengolah kawista menjadi minuman sirup dan limun, sehingga orang bisa menikmati kesegaran kawista sepanjang tahun. Rasa dan warna minuman ini sedikit unik, manis berpadu asam, dengan aroma harum segar berfermentasi. Warna buahnya hitam, sehingga olahan minumannya pun berwarna hitam atau kecoklatan untuk limun. Produk sirup dan limun kawista paling terkenal di Rembang bermerek Kawista Dewa Burung. Minuman ini diproduksi sejak 57 tahun silam. Pudjiono Hariono, penerus usaha Kawista Dewa Burung mengatakan, ide awal pembuatan minuman dari buah kawista ini berasal dari sang ibu. "Ibu berpikir bagaimana membuat sirup dari kawista supaya lebih bernilai ekonomis. Apalagi saat itu, belum ada yang mengolahnya menjadi sirup," ujar Pudji. Untuk membuat sirup dan limun, pertama-tama sari buah kawista harus diekstrak terlebih dahulu. Namun Pudji enggan membeberkan proses pengekstrakkan kawista. Dengan alasan, "Pengekstrakkan itu justru menjadi kunci yang membedakan olahan kawista kami dengan perusahaan lainnya," kata Pudji mengklaim. Menurut Pudji, untuk membuat sirup, ekstrak buah kawista  dicampur dengan gula tebu yang dicairkan. Sedangkan untuk limun, dibuat dari campuran sirup kawista, air, dan sedikit soda. Pria 49 tahun ini memperoleh bahan baku dari masyarakat sekitar Rembang seharga Rp 2.000-Rp 3.500 per kilogram. Karena sifatnya musiman, sepanjang masa panen biasanya Pudji menyetok sampai 3 ton kawista yang diolah menjadi ekstrak siap pakai. "Makanya kami tidak pernah terkendala bahan baku karena sudah menyiapkan jauh hari sebelumnya," ungkapnya. Dibantu 20 pekerjanya, setiap bulan Pudji memproduksi rutin sesuai pesanan. Rata-rata ia bisa menghasilkan sekitar 5.000 botol sirup, dan sekitar 10.000 botol limun setiap bulan. Pemasaran sirup ke pertokoan di sekitar Rembang, Jakarta, Surabaya, Solo, dan Bandung. Harga jual ke pedagang Rp 15.000 per botol ukuran 620 ml. Sedangkan sebotol limun berbobot 275 ml dihargai Rp 2.500. Sirup bisa tahan sampai satu tahun, namun limun hanya bertahan sebulan. Karena itulah, limun baru dipasarkan di sekitar Rembang. Pria yang meneruskan bisnis minuman kawista sejak delapan tahun lalu ini bilang, produksinya selalu terserap pasar. Tak heran, setiap bulan, dia minimal bisa meraup omzet penjualan Rp 100 juta dengan margin berkisar 15% sampai 20%. Sirup kawista ini mampu bersaing dengan olahan sirup buah lainnya. Kuncinya adalah selalu mempertahankan kualitas,  dan gencar berpromosi lewat bilboard dan pameran. Mulai 2010, Pudji pun berniat mengembangkan pemasaran sirupnya ke luar Jawa. Pasalnya, sudah banyak yang tertarik membeli. "Saya yakin produk ini berpeluang besar karena rasanya yang khas dan tidak tumbuh di setiap wilayah. Apalagi produsennya sangat terbatas," pungkasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Uji Agung Santosa