Mantan Ketua Komjak Menyoroti Dakwaan Jaksa ke Emirsyah Satar Eks Bos Garuda



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar didakwa telah merugikan keuangan negara hingga Rp 9,3 triliun.

Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat mendakwa Emirsyah dengan kasus yang sebelumnya sudah divonis pengadilan dalam perkara korupsi di PT. Garuda Indonesia yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Beberapa analisa hukum pun keluar dengan penanganan kasus yang ditangani oleh Kejaksaan Agung tersebut.


“Saya juga menjadi sangat heran kenapa perkara ini bisa lolos, gelar perkara yang sedemikian ketatnya yang saya tau dilakukan tidak hanya untuk perkara perkara besar atau kecil saja juga tidak akan lolos, karena ada asas ne bis in idem. Kemudian dari Kejaksaan Agung bersikap bahwa ini perkara layak untuk diajukan ke pengadilan," ujar Mantan Ketua Komisi Kejaksaan, Halius Hosen. dalam keterangannya, Jumat (20/10).

Ia memandang, prinsip asas pidana kita bukan pembalasan, melainkan lebih kepada keadilan dan kemanfaatan.

Menurutnya, perbuatan materi yang diuraikan di dalam dakwa tempus delicti dan locus delicti adalah hal yang sama, hanya saja ada perbedaan kalau pada KPK ada lima kasus di Kejaksaan ada dua kasus tetapi jelas bahwa dua kasus tersebut adalah kasus yang didakwakan ketika KPK mengajukan perkara ini ke persidangan.

Menurutnya apabila objek dan uraian materi dakwaan itu sama persis dengan objek subjek dari pada dakwaan dan tuntutan  KPK, maka dirinya menilai bahwa perbuatan yang sudah pernah diadili atau pengulangan pengusutan perkara atau ne bis in idem.

Pun dirinya menambahkan bahwa, orang tidak pernah dihukum dengan pasal karena pasal hanya limitatif untuk mengukur apakah sebetulnya orang yang bersangkutan wajar atau adil di hukum.

“Orang dihukum karena perbuatannya, bukan pasal. Kita bisa mengambil kesimpulan, apakah perkara ne bis in idem apa tidak, jelas bahwa objek subjek kemudian materi yang saya garis bawahi secara mendasarnya materi perbuatan dari yang bersangkutan itu persis sama, dan bilamana nanti ada alasan bahwa pasalnya yang berbeda yang semula sekarang dikasih diajukan dengan pasal suap seharusnya juga uraiannya perbuatannya secara materil dipandang berbeda tidak bisa copy paste dari dakwaan yang mestinya sudah ada penyidik kpk dari sebelumnya, " ujar Halius.

Halius menyinggung soal pertanggungjawaban hukum terhadap tindak pidana korupsi secara berlanjut. Misalnya dimasukan Pasal 65 pada dakwaan dan ini merupakan perbuatan berlanjut dari masa ke masa. "Saya tidak tau persis apakah keberlanjutan perbuatan ini juga menjadikan keberlanjutan tanggung jawab? Karena orang hanya bisa dihukum sepanjang hal hal yang dilakukan, bilamana ada perbuatan berlanjut ini perlu diteliti lagi kelanjutan seperti apa secara materil, apakah keberlanjutan ini merupakan persengkongkolan dengan pejabat yang lama, apa keberlanjutan ini dari kelalaian yang bersangkutan.” ujar Halius.

Ia juga menyebutkan dugaan dakwaan JPU kabur. Yakni kaburnya apa karena penggunaan suap yang digunakan pada proses kejaksaan yang tidak digunakan pada proses KPK tinggal membuktikan suap yang seperti itu, apakah suap yang sebenarnya atau suap yang bagaimana karena proses suap pun merupakan pasal pasal yang ada di tipikor.

Diketahui, Emirsyah Satar disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.

Sementara itu, diketahui sebelumnya di KPK, kasus yang memidanakan Emirsyah selama 8 tahun penjara adalah terkait dengan suap-menyuap dan gratiffikasi pengadaan proyek pembelian Total Care Machine Program Trent Roll-Royce 700, Airbus A330-300/200, dan Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, anak perusahaan GIAA, serta pesawat CRJ 1000, serta ATR 72-600.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Lamgiat Siringoringo