JAKARTA. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirrnya memutusan mantan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jendral (Ditjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag), Ahmad Jauhari, terbukti bersalah melakukan korupsi dalam pengadaan kitab suci Al Qur'an pada Ditjen Bimas Islam Kemenag tahun 2011 dan 2012. Jauhari terbukti bersalah melakukan perbuatan tersebut secara bersama-sama dan berkelanjutan sehingga dijatuhi hukuman pidana delapan tahun pejara dan denda sebesar Rp 200 juta subsidair enam bulan kurungan. "Memutuskan, menjatuhkan oleh karenanya terhadap terdakwa Ahmad Jauhari pidana penjara selama delapan tahun, dikurangkan dari masa tahanan yang telah dijalani," kata Hakim Ketua Anas Mustakim saat membacakan vonis Jauhari, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/4).
Selain itu, Jauhari juga dijatuhi hukuman membayar denda sebesar Rp 100 juta dan US$ 15.000. Namun, denda tersebut dikurangi lantaran Jauhari telah mengembalikan sejumlah uang itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jauhari terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tetang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan primair. Hal-hal memberatkan yang menjadi pertimbangan vonis Jauhari, yakni tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi, mencederai umat Islam, menghambat pemenuhan kebutuhan Al Quran dan hak beribadah masyarakat. Selain itu, Jauhari didakwa merenggut hak sosial dan ekonomi masyarakat karena anggaran yang digunakan tidak sepenuhnya untuk masyarakat, tidak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat sebagai pejabat, mencederai lembaga Kementerian Agama dan barang, serta tidak mengakui perbuatannya. Sementara itu, hal-hal yang meringankan yang mempengaruhi vonis Jauhari yakni Jauhari belum pernah dihukum dan masih mempunyai tanggungan keluarga. Jauhari selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) terbukti secara bersama-sama Abdul Karim (Sesditjen Bimas Islam), Mashuri (Ketua Tim ULP), Nasaruddin Umar (Wakil Menteri Agama), Zulkarnaen Djabar (anggota DPR), Fahd El Fouz, Ali Djufrie, dan Abdul Kadir Alaydrus telah menetapkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) sebagai pelaksana penggandaan Al Quran TA 2011. Untuk memenangkan PT A3I, Jauhari sengaja menambahkan persyaratan teknis yang harus dimiliki peserta lelang, yaitu memiliki ruang khusus produksi, pengemasan, dan gudang penyimpanan minimal 5.000 meter persegi (m2). Sementara itu, untuk proyek pengadaan Al Quran untuk tahun 2012, Jauhari menetapkan PT Sinergi Pustaka Indonesia sebagai pemenang. Atas keputusannya itu, Jauhari menerima uang dari Abdul Kadir (Direktur Utama PT SPI) dan Ali Djufrie (Direktur Utama PT A3I) sebesar Rp 100 juta dan 15.000 dollar AS yang kemudian dianggap sebagai perbuatan memperkaya diri sendiri.
Jauhari juga dinilai telah memperkaya Mashuri sebesar Rp 50 juta dan 5.000 dollar AS, memperkaya korporasi, yaitu PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara milik keluarga Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetia Rp 6,750 miliar, PT A3I sebesar Rp 5,823 miliar, dan PT SPI sebesar Rp 21,23 miliar. Menanggapi putusan yang dijatuhi Majelis Hakim tersebut, Jauhari mengaku akan menggunakan waktu pikir-pikir sebelum memutuskan menerima atau mengajukan banding. Adapun hukuman Jauhari yang telah diputuskan Majelis Hakim tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK. Sebelumnya, Jaksa menuntut Jauhari dengan hukuman 13 tahun pejara dan denda sebesar Rp 200 juta subsidair enam bulan kurungan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan