KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menilai, perlu dukungan insentif bagi industri minyak dan gas bumi (migas) sebab industri migas memiliki kebutuhan biaya dan resiko yang tinggi. Untuk itu diperlukan penguasaan teknologi dan kemampuan memahami aspek komersial bagi para investor. Arcandra menyebut, banyak kasus di dunia dimana sebuah proyek migas gagal lantaran tidak mendapatkan hasil sesuai dengan proyeksi di awal. Misal, proyek LNG Prelude di Australia yang dikelola konsorsium Shell menghentikan produksinya karena banyak masalah teknis yang belum terselesaikan dengan teknologi offshore LNG dan diperparah dengan adanya Covid-19. Proyek ini merupakan salah satu fasilitas LNG terapung terbesar di dunia dengan nilai investasi yang sangat besar. Ia mengungkapkan, saat proyek dimulai pada 2011 silam, proyeksi produksi LNG mencapai 3,6 juta ton per tahun dengan investasi di Prelude ditaksir butuh biaya antara US$ 10,8 miliar - US$ 12,6 miliar. Bahkan, di akhir tahun 2019, investasi proyek Prelude diprediksi telah mencapai US$ 19,3 miliar, 45% lebih tinggi dari proyeksi awal.
Mantan Wamen ESDM Arcandra Tahar beberkan keunggulan gross split di investasi migas
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menilai, perlu dukungan insentif bagi industri minyak dan gas bumi (migas) sebab industri migas memiliki kebutuhan biaya dan resiko yang tinggi. Untuk itu diperlukan penguasaan teknologi dan kemampuan memahami aspek komersial bagi para investor. Arcandra menyebut, banyak kasus di dunia dimana sebuah proyek migas gagal lantaran tidak mendapatkan hasil sesuai dengan proyeksi di awal. Misal, proyek LNG Prelude di Australia yang dikelola konsorsium Shell menghentikan produksinya karena banyak masalah teknis yang belum terselesaikan dengan teknologi offshore LNG dan diperparah dengan adanya Covid-19. Proyek ini merupakan salah satu fasilitas LNG terapung terbesar di dunia dengan nilai investasi yang sangat besar. Ia mengungkapkan, saat proyek dimulai pada 2011 silam, proyeksi produksi LNG mencapai 3,6 juta ton per tahun dengan investasi di Prelude ditaksir butuh biaya antara US$ 10,8 miliar - US$ 12,6 miliar. Bahkan, di akhir tahun 2019, investasi proyek Prelude diprediksi telah mencapai US$ 19,3 miliar, 45% lebih tinggi dari proyeksi awal.