KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri manufaktur Indonesia melesat di bulan Maret 2021. Ini tercermin pada Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2021 yang berada di level 53,2. Indeks manufaktur ini lebih tinggi dibanding PMI Manufaktur bulan Februari 2021 yang berada di level 50,9. Bahkan, level tersebut tercatat sebagai posisi tertinggi sejak IHS Markit melakukan pengumpulan data pada April 2011. Mengutip pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, kenaikan indeks manufaktir tersebut terdorong oleh pertumbuhan permintaan baru dan produksi (output). Keduanya mencetak kinerja paling tinggi sejak satu dekade terakhir. Asal tahu saja, produksi tercatat naik selama lima bulan berturut-turut. Ini seiring dengan kenaikan volume permintaan baru. Akan tetapi, permintaan baru itu hanya kuat di domestik saja, karena pandemi Covid-19 masih mempengaruhi bisnis ekspor.
Baca Juga: Jelang puasa, simak rekomendasi analis untuk saham sektor konsumer berikut ini Head of Research Henan Putihrai Sekuritas Robertus Hardy mencermati, ekspansi PMI manufaktur Indonesia ke level tertinggi itu masih ditopang oleh beberapa sektor saja seperti industri baja dan mineral logam. "Sebagai dampak ekspansi penghiliran nikel yang dilakukan oleh beberapa perusahaan multinasional di kawasan Morowali, dan pengolahan minyak nabati (CPO) yang sedang menikmati kenaikan permintaan seiring berkurangnya pasokan minyak nabati lainnya, seperti minyak kacang tanah yang sempat mengalami gagal panen di India," jelas Robertus kepada Kontan.co.id, Senin (5/4). Sementara, industri berat lain seperti otomotif dan tekstil masih mengalami pelemahan seiring belum pulihnya mobilitas masyarakat. Akan tetapi, pelemahan industri otomotif dapat berangsur membaik seiring relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas mobil golongan 1.500 cc dan 2.500 cc. Adapun di bulan April 2021, ia memperkirakan, indeks manufaktur berpotensi menguat sebelum nantinya cenderung menurun di bulan Mei 2021. "Karena cukup banyaknya hari libur nasional, termasuk Idul Fitri," imbuh Robertus. Sementara itu, Analis Philip Sekuritas Helen mengungkapkan, pencapaian indeks manufaktur di bulan Maret 2021 mencerminkan optimisme pemulihan ekonomi nasional yang terdorong oleh ekspektasi naiknya permintaan domestik. Adapun kenaikan permintaan itu akan tertopang kebijakan pemerintah seperti relaksasi PPnBM kendaraan bermotor dan kelancaran program vaksinasi. Tidak ketinggalan momentum puasa dan lebaran akan turut mengerek industri karena konsumsi masyarakat cenderung meningkat. Di antara sektor saham yang Helen cermati saat ini yakni semen, poultry, dan barang konsumen, ia cenderung menjagokan saham MAIN dengan target harga Rp 1.010 per saham. Ada juga SMGR dan INTP dengan target harga masing-masing Rp 15.000 per saham dan Rp 17.000 per saham. Helen juga menjagokan SIDO dengan target harga Rp 875 per saham, KLBF dengan target harga Rp 1.750 per saham, UNVR dengan taregt harga Rp 7.250 per saham, UCID dengan target harga Rp 1.750 per saham, serta ICBP Rp 11.300 per saham.
Di sisi lain, Robertus cenderung menyarankan
buy saham INCO, ASII, AALI. Target harga INCO berada di Rp 5.525 per saham, ASII di Rp 5.800 per saham, dan AALI di Rp 10.900 per saham. Berbeda, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia pada Anthony Kevin dalam risetnya, Senin (5/4), mengungkapkan, PMI manufaktur Indonesia akan cenderung terkontraksi meskipun hari raya Idul Fitri dan momentum puasa akan datang sebentar lagi. "Memasuki bulan April, kami memproyeksikan bahwa aktivitas manufaktur Indonesia akan mencatatkan kontraksi," ujarnya dalam riset Senin (5/4). Menurutnya, kontraksi ini beriringan dengan keputusan pemerintah yang memangkas hari libur secara signifikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat