KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) mengungkapkan praktik
illegal drilling alias penambangan minyak secara ilegal semakin marak.
Illegal drilling ini mengakibatkan kerugian bagi negara dan berdampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Aspermigas mengusulkan enam cara untuk memberantas
illegal drilling yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Aspermigas mencatat beberapa kerugian seperti kerugian negara atas
illegal drilling bisa mencapai Rp 60 triliun, merusak lingkungan dan menyebabkan korban jiwa. Catatan WALHI, di Musi Banyuasin saja, terdapat lebih dari 4.500 sumur ilegal yang aktif dan kerugian dari aktivitas tersebut berdasarkan data WALHI diperkirakan mencapai Rp 49,5 triliun per tahun.
Dampak
illegal drilling tidak hanya soal kerugian ekonomi atau pencemaran lingkungan. Masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pengeboran seringkali terjebak dalam konflik sosial dan masalah kesehatan yang serius akibat paparan limbah berbahaya.
Baca Juga: Target Menteri ESDM Tambah Lifting Minyak Menjadi 200 Ribu Bph Dinilai Mustahil Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Elan Biantoro menyatakan pihaknya mengusulkan enam upaya untuk menumpas
illegal drilling. Pertama, pembentukan
task force atau badan khusus. Aspermigas mendorong pembentukan tim gabungan, badan atau task force yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam),dan terdiri dari Kementerian Hukum dan HAM, Polri, KPK, TNI, Kementerian ESDM, Ditjen Migas, SKK Migas, dan Aspermigas sendiri.
"Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan dapat menyatukan kekuatan dan keahlian dari berbagai instansi untuk menyelesaikan masalah ini dari akar hingga ke tingkat pelaku lapangan," kata Elan di Jakarta, Rabu malam (16/10).
Kedua, kata Elan, penegakan Hukum yang tegas dan sistematis ke akar masalah. Contohnya,seperti BNN dalam menaggulangi masalah Narkoba, hukuman yang berat dan tegas harus diberlakukan kepada mereka yang terlibat, termasuk pelaku utama, pemodal, serta oknum yang mendukung kegiatan illegal ini. Langkah ini penting untuk menciptakan efek jera yang nyata dan mencegah pelanggaran berulang. "Kita ambil contoh ya, kejahatan
illegal drilling ini bisa masuk kategori
Extra-Organized Crime. Extra-Organized Crime itu selama ini kita punya tau hanya dua, narkoba dan korupsi. Kalau misalkan ilegal drilling ini urusan sumber daya alam, itu dijadikan
Extra-Organized Crime. Karena apa? Itu merupakan kekayaan negara," ungkap Elan. Selanjutnya, pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada kegiatan pengeboran ilegal. Aspermigas juga mengusulkan pengembangan program-program alternatif ekonomi. Program ini akan memberikan pelatihan keterampilan baru dan menciptakan lapangan kerja formal bagi masyarakat, sehingga mereka tidak lagi terpaksa bergantung pada aktivitas ilegal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Usulan berikutnya, pengawasan yang lebih ketat dengan teknologi penggunaan drone dan citra satelit dapat membantu aparat penegak hukum dan perusahaan migas untuk memantau lokasi-lokasi pengeboran secara
real-time. Ini memungkinkan deteksi dini terhadap aktivitas pengeboran ilegal dan memungkinkan aparat bergerak lebih cepat dalam melakukan penindakan. Kemudian, kolaborasi dengan masyarakat lokal dan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pengeboran ilegal harus dilibatkan dalam pengawasan. Edukasi mengenai dampak negatif pengeboran ilegal serta peluang yang bisa didapatkan dari aktivitas ekonomi legal akan membantu menciptakan sinergi yang kuat antara masyarakat, pemerintah, dan perusahaan migas.
Terakhir, pengembalian ke Pemerintah Bagian Wilayah Kerja yang Tidak/Kurang Terekploitasi Wilayah yang tidak dikerjakan dan dikembalikan menjadi tanggung jawab Pemda dan Aparat terkait untuk penertiban di sokong oleh
Task Force tersebut diatas sehingga dapat ditawarkan kembali ke investor yang berminat. "Potensi yang masih besar dengan datadata sumur dan seismic yang lebih lengkap bisa manjadi daya Tarik investor bila ditawarkan dengan skema
Production Sharing Contract (PSC), bukan dengan skema KSO maupun Idle Wells," tandas Elan.
Baca Juga: Ini Sederet PR Menteri ESDM Era Prabowo Subianto di Sektor Migas Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati