KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Maraknya isu yang beredar terhadap lelang
online yang mengatasnamakan PT Pegadaian (Persero), membuat perseroan mengambil tindakan. Pasalnya, Pegadaian turut mendapatkan laporan karena tak sedikit dari masyarakat yang menjadi korban. Kepala Humas Pegadaian Basuki Tri Andayani menyebutkan, sampai saat ini pihaknya belum mengadakan program tersebut. Basuki bilang, hal itu dikarenakan terdapat 4.000
outlet dan 600 kantor cabang sehingga prosedur yang dilalui cukup panjang.
Baca Juga: Hartadinata Abadi (HRTA) fokus tambah 17 gerai di tahun ini “Untuk menggabungkan 600 kantor cabang tentu membutuhkan usaha yang tinggi, terlebih kami juga melakukan kajian hukum apakah lelang
online secara regulasi terdapat aturan yang ditetapkan atau sebaliknya. Maka dari itu, sampai saat ini Pegadaian tidak pernah mengadakan lelang secara
online,” kata Basuki beberapa hari lalu dalam dialog lelang
online melalui
live streaming sosial media Pegadaian. Asal tahu saja, Basuki bilang saat ini terdapat 400 akun yang menggunakan nama Pegadaian. Ia menjelaskan, beberapa akun yang tidak aktif karena telah mendapatkan transfer dari masyarakat. Sehingga, apabila telah mendapatkan transfer akun tersebut akan ditutup dan pelaku kembali membuat akun baru. Oleh sebabnya, ia menegaskan pihaknya telah mengambil beberapa tindakan seperti melapor kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) agar akun tersebut segera di-
take down. Tak hanya itu, Basuki mengatakan pihaknya turut gencar melakukan edukasi kepada masyarakat. “Perlu ditegaskan lelang hanya dilakukan pada 600 kantor cabang Pegadaian, sehingga masyarakat diharuskan untuk datang secara langsung. Namun, yang harus diketahui pula pada saat melakukan lelang masyarakat akan dikenakan pajak 2%. Pajak ini merupakan bea lelang yang di setor kepada negara,” tambah Basuki.
Baca Juga: HRTA siap memoles bisnis pegadaian Untuk diketahui, Basuki mengatakan agar terhindar dari modus tersebut, masyarakat dihimbau untuk waspada serta tidak mudah tergiur karena harga yang relatif murah. Terlebih, ia melihat edukasi terhadap masyarakat masih rendah, sehingga pemahaman perlu di tingkatkan. "Kebanyakan dari masyarakat mudah tergiur dengan penawaran harga murah. Padahal, modus yang digunakan pelaku ada tiga yakni barang asli namun dipalsukan, barang asli tapi di dapat dari kejahatan serta barang yang ditawarkan tidak ada wujudnya, hal ini seperti yang dilakukan oleh akun-akun bodong, sehingga harga yang ditawarkan relatif murah," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi