Maraknya bisnis kosmetik skala perumahan



JAKARTA. Bagi sebagian wanita, membeli kosmetik bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan tampil cantik. Kosmetik juga identik dengan gaya hidup mereka.Kesadaran semacam ini yang menjadi andalan para produsen kosmetik berbahan alami. Satu pemain di bisnis ini adalah Deasi Srihandi yang meramu produk kosmetik bermerek Green Mommy. Keunggulan yang ditonjolkan Green Mommy adalah bahan baku yang hampir semuanya berasal dari tumbuhtumbuhan yang dibudidayakan dan tanpa diberi tambahan bahan kimia. “Kami ciptakan produk alami untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Deasi.Deasi menuturkan, misi Green Mommy tidak cuma bisnis, tapi juga pemberdayaan masyarakat dan membudayakan green lifestyle. Tak heran, Green Mommy berada di bawah naungan yayasan, yang bernama Hadeyazah.Deasi memanfaatkan rumahnya di Malang sebagai tempat produksi. Saat memulai usahanya, Deasi cuma butuh dana Rp 5 juta untuk memproduksi sebanyak 36 batang sabun. Di luar dugaan Deasi, produk itu tak kesulitan mencari pembeli, yang kebanyakan rekan-rekannya. Semakin lama, jenis produk Green Mommy semakin bertambah, hingga kini mencapai sekitar 100 jenis produk. Jenisnya mulai dari produk perawatan rambut, wajah hingga kulit. Harga produk Green Mommy berkisar Rp 15.000 hingga Rp 100.000.Penyebab harga produk yang relatif tinggi, tutur Deasi, adalah proses produksi yang mengandalkan kerja tangan dengan peralatan sederhana, seperti alat dapur. Dengan proses semacam itu, produk yang dihasilkan menjadi terbatas.Produk kosmetik lain yang mengusung konsep hijau adalah Earth Factory Bali (EFB). Nurokman, Manajer Marketing EFB, menuturkan, konsep utama produsen asal Bali itu adalah penggunaan bahan natural, tanpa bahan kimia. “Bahan baku utama kami adalah minyak asiri atau minyak esensial,” kata Nurokman.Resep produk kecantikan itu, menurut Nurokman, berasal dari keluarganya yang asli Bali. Usaha EFB bergulir sejak tahun 2002. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, EFB memiliki kebun di Yogyakarta. Saat ini, EFB menghasilkan sebanyak 363 jenis produk. Nurokman memasang banderol harga mulai dari Rp 35.000 hingga Rp 70.000. Bagi konsumen yang memiliki alergi, EFB membuka kesempatan untuk mengorder produk dengan bahan alami sesuai pesanan.Semua produk EFB merupakan produk perawatan luar tubuh seperti bedak, masker, dan sabun. Krim dan losion tidak diproduksi EFB, dengan alasan kedua produk itu mengandung air, hingga penyimpanan dalam waktu yang lama membutuhkan bahan pengawet. Padahal, EFB menghindari bahan pengawet.Masa kedaluwarsa yang pendek memang menjadi kelemahan produk kosmetik alami. Persoalan itu juga diakui Green Mommy. Deasi menuturkan, beberapa produknya memiliki masa pakai yang sangat pendek, seperti krim wajah, yang hanya tahan selama 1 bulan.Produk lain Green Mommy ada yang bisa awet antara 6 bulan hingga 1 tahun. “Soal kedaluwarsa, konsumen tidak perlu khawatir. Informasi itu termuat secara detail di dalam katalog produk,” tutur Deasi.Menjangkau hotelJika Deasi mengandalkan teman-temannya di saat memulai Green Mommy, berbeda halnya dengan EFB. Menurut Nurokman, peminat awal produk EFB adalah para turis asing yang tengah berwisata di Bali. Setelah pulang ke negeri asalnya, para turis itu tak lantas melupakan produk EFB. Nurokman menuturkan bahwa mantan wisatawan yang sudah di kampung halamannya itu memesan secara online.Sedang konsumen lokal, kebanyakan mengenal produk EFB setelah menyambangi klinik milik EFB di Denpasar. Mereka yang datang ke klinik, biasanya, orang-orang yang sebelumnya menggunakan produkperawatan kecantikan dengan bahan baku kimia, tapi tidak cocok atau alergi.Seiring dengan waktu, pengguna produk kosmetik rumahan itu semakin luas. Selain konsumen perorangan, Nurokman menuturkan, ada empat hotel di Denpasar yang menggunakan produk EFB. Mereka juga memasok produknya ke beberapa klinik kecantikan dan spa yang ada di Pulau Dewata.EFB membangun jaringan penjualan, melalui distributor resminya yang berada di delapan kota besar, termasuk Jakarta, Medan, dan Lampung. Setelah pasarnya berkembang, kini EFB meraih omzet senilai Rp 150 juta per bulan.Sementara Green Mommy lebih mengandalkan pemasaran produknya melalui jaringan yang dibangun dari internet. Deasi membentuk komunitas di dunia maya yang bernama Green Mommy Network (GMN). Kumpulan para pengguna produk kosmetik organik itu terbangun memanfaatkan mailing list, majalah bulanan, website, serta jejaring sosial di internet. Kini jumlah anggota komunitas GMN sudah lebih dari 10.000 orang.GMN inilah yang menjadi jantung dari pemasaran produk kosmetik organik milik Deasi. Sebagian besar produk Green Mommy terjual secara online. Pemasaran juga dilakukan melalui 16 distributor eksklusif yang tersebar di kota-kota besar. Penjualan produk oleh distributor itu tidak selalu menggunakan gerai toko modern. Sebagian dari mereka justru memanfaatkan rumah sebagai gerai untuk penjualan produk. Kini, pemasaran Green Mommy telah menjangkau kota-kota besar di Jawa, Sulawesi, Sumatra, dan Kalimantan Dari penjualan produk, Deasi bisa meraih omzet bulanan berkisar Rp 50 juta–Rp 100 juta. Margin yang diperoleh dari penjualan produk ke anggota GMN biasanya berkisar 50%. Sedangkandari penjualan ke distributor, Deasi bisa memperoleh margin yang besarnya sekitar 25%.Untuk mengembangkan pemasaran produknya, Deasi juga melakukan pemberdayaan anggota di daerah. Misalnya saja, ia membuat pelatihan untuk anggota jaringan, agar bisa membuat produk Green Mommy. Anggota yang tertarik hanya perlu membayar Rp 5 juta untuk membeli resep. Setelah pelatihan, mereka bisa memproduksi dan memasarkannya sendiri. Green Mommy sendiri tidak memungut royalti dari cara penyebaran seperti ini.Sejauh ini, Deasi bilang sudah ada 15 orang yang mengikuti pelatihan dan memproduksi Green Mommy sendiri. Tahun ini, dia menargetkan ada 50 orang lagi yang mampu membuat kosmetik berbahan alami. Deasi bercita-cita, nantinya, tiap kabupaten di Indonesia memiliki satu produsen Green Mommy. “Jika lebih dekat dengan konsumen, harga produk bisa ditekan,” tutur dia.***Sumber : KONTAN MINGGUAN 24 - XVII, 2013 Kosmetik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Imanuel Alexander