Maret 2011, berlaku beleid baru pencadangan asuransi syariah



JAKARTA. Maret 2011 mendatang, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) bakal memberlakukan beleid yang mengatur pengukuran risk based capital (RBC) dan pencadangan dana di industri asuransi syariah sebagai produk hukum turunan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Isa Rachmatarwata mengatakan, saat ini, pihaknya masih menunggu masukan dari asosiasi, termasuk pelaku industri untuk melakukan finalisasi rancangan pengukuran RBC dan pencadangan dana. “Upaya ini menyusul rencana pemberlakuannya pada akhir Maret tahun ini,” ujarnya ditemui KONTAN.

Dalam rancangan tersebut, lanjut dia, regulator menyiapkan rumus, yakni pencadangan dana yang berasal dari dana Tabarru (kontribusi peserta) berupa Qardh sebesar 70% sebagai pinjaman tanpa bunga untuk mengantisipasi pembayaran klaim. Pengukuran ini juga bisa dilakukan dengan besaran persentase tertentu sesuai usaha yang dijalankan atau berdasarkan kekayaan yang dikelola.


Intinya, menurut Isa, penghitungannya tidak akan jauh berbeda dengan model pengukuran RBC dan pencadangan dana pada asuransi konvensional. Hanya, memang dalam asuransi syariah terdapat ketentuan yang terkait dengan faktor risiko. Instrumen investasi saham, misalnya yang penempatannya bukan pada LQ45 melainkan pada Jakarta Islamic Index (JII), serta risiko investasi lainnya seperti emas.

Wakil Ketua Bidang Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Yudha Pratama menilai, ketentuan pengukuran RBC dan pencadangan dana asuransi syariah ini akan mendorong pertumbuhan positif bagi industri. “Sebab, berarti iklim usaha industri asuransi syariah memiliki proteksi ganda, alhasil bakal jauh lebih aman ketimbang konvensional” tutur dia.

Selama ini, metode pengukuran yang digunakan masih menggabungkan dana peserta dengan dana perusahaan. Nah, dengan rumus baru, pelaku industri perlu melakukan pemisahan dana. Ketentuan ini sedikit banyak bakal menyeret tingkat solvabilitas dan RBC perusahaan asuransi syariah. Maklum, dengan pemisahan dana akan terjadi koreksi cukup besar.

Namun demikian, Yudha menegaskan, yang terpenting saat ini adalah agar perusahaan asuransi syariah segera mengejar persiapan sistem teknologi informasi yang bisa mendukung pencatatan keuangan sesuai ketentuan pemisahan dana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.