KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guna mendukung pemulihan perekonomian, Bank Indonesia (BI) telah menetapkan bunga acuan di level 3,5% sejak Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Februari 2021 hingga Juli 2022. Hampir satu 1,5 tahun BI 7 Day Reverse bertengger di level terendah di sepanjang sejarah. Barulah, pada RDG BI Agustus 2022, bank sentral memutuskan menggerek bunga acuannya 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%. Kendati demikian, ternyata margin bank tetap besar saat pertumbuhan kredit baru meningkat pesat akhir-akhir ini.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan rasio
net interest margin (NIM) perbankan di Juni 2022 mencapai 4,69%. Meningkat dibandingkan posisi yang sama tahun lalu di level 4,56%.
Baca Juga: BI Kerek Suku Bunga Acuan 25 BPS Jadi 3,75%, Bank BRI Siap Melakukan Penyesuaian Bahkan, beberapa bank digital mencatatkan NIM jumbo seperti Bank Jago (
ARTO) mencatatkan kenaikan NIM dari 5% di Juni 2021 menjadi 10,8% di Juni 2022. Ada juga, Bank Neo Commerce (
BBYB) naik 5,13% menjadi 10,16% di paruh pertama 2022. Menanggapi, masih tingginya NIM perbankan di tengah tren suku bunga rendah, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan sejumlah bank sudah menurunkan suku bunga kreditnya. Ia pun mengapresiasi langkah perbankan yang mengikuti kebijakan bank sentral ini dalam memacu pertumbuhan kredit demi pemulihan ekonomi. “Namun, sejumlah bank penurunan suku bunganya masih lambat, salah satunya karena biaya operasional yang masih tinggi,” papar Perry secara virtual pada Selasa (23/8). Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengakui NIM di Indonesia masih cukup tinggi saat ini. Kendati demikian, BI terus memantau suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan yang wajib dilaporkan secara berkala.
Baca Juga: BI: Ketahanan Perbankan Masih Terjaga, Tetap Waspadai Berbagai Faktor Risiko “Kita terus pantau, SBDK setiap saat, trennya itu terus mengalami penurunan. Memang kita melihat, beberapa bank khususnya bank digital memang relatif lebih tinggi. Akan kami pantau, pertumbuhan kredit masih sangat tinggi bahkan data Juli kredit tumbuh di atas 10%,” ujar tambah Destry. Perry menambahkan, meski terjadi kenaikan BI Rate 25 bps, ia optimis penyaluran kredit masih akan terus meningkat. Sebab, penawaran dan permintaan kredit masih kuat. “Kredit perbankan dipengaruhi penawaran dan permintaan, saya lihat dari penawaran perbankan itu memang salah satunya dari suku bunga kredit, tapi bukan satu-satunya faktor. Tapi faktor lain adalah likuiditas tecermin rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi mencapai 27,92%, sehingga penawaran bank tinggi,” tambahnya.
Baca Juga: Tingkatkan Imbal Hasil, Kepemilikan Surat Berharga BRI Capai Rp 345 T per Juni 2022 Faktor lain, lending standar (risk appetite) atau keinginan bank salurkan kredit terus naik. Ketiga, inisiatif dari pemerintah dan regulator terus bergulir. Misalnya, pemerintah melalui kredit usaha rakyat (KUR), subsidi bunga. BI memberikan kasih insentif 46 sektor prioritas dan UMKM, bisa pelonggaran GWM turun sampai 1,5% per 1 September mendatang. Lalu dari OJK masih berlaku insentif restrukturisasi kredit terdampak Covid-19.
“Dari sisi permintaan, kami kinerja korporasi dan rumah tangga. Sebagian besar korporasi itu itu sudah jauh membaik, korporasi penjualannya cukup tinggi. Bahkan ada rencana peningkatan belanja modal terus naik. Walau masih ada sektor yang baru tumbuh yg dipengaruhi mobilitas seperti perhotelan dan transportasi, tapi sektor lain seperti ekspor, makanan dan minuman, dan perdagangan sudah cukup membaik. Begitupun permintaan kredit UMKM terus meningkat,” jelasnya. Ia mengaku dari permintaan dan penawaran ini masih tinggi. Ini pulalah yang mendorong kredit perbankan naik 10,71% per Juli 2022. Pertumbuhan ini terjadi seluruh jenis investasi, modal kerja, dan konsumsi dan hampir seluruh sektor. BI pun mengerek target kredit perbankan jadi lebih tinggi dibandingkan perkiraan awal tahun menjadi 9% hingga 11%. Semula, bank sentral memasang outlook pertumbuhan kredit tumbuh 6% hingga 8% di sepanjang 2022. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli