Market kembali cemas, kilau emas mentereng



NEW YORK. Investor sangat cemas. Benar-benar cemas. Salah satu cara untuk mengetahui ini adalah dengan melihat pergerakan harga emas.

Pada Kamis (24/9) lalu, pasar saham Amerika kembali anjlok untuk hari ketiga. Sebagian besar disebabkan oleh kabar buruk dari Caterpillar. Pada hari itu, lebih dari 30 saham pada indeks Dow Jones merosot. Sementara, hanya segelintir saham pada indeks S&P 500 yang bergerak positif.

Namun kondisi berbeda terjadi pada emas. Harga si kuning ini naik 2% pada hari yang sama. Sedangkan posisi tertinggi pada indeks S&P 500 adalah perusahaan tambang emas Newmont, yang melejit lebih dari 6%.


Memang, kilau emas semakin mentereng sejak pasar saham mulai bergejolak pada Agustus lalu.

Salah satu indikasi lain mengenai kinclongnya emas saat ini adalah indeks SPDR Gold Sares exchange-traded fund yang naik lebih dari 5% sejak akhir Juli. Bandingkan dengan indeks S&P 500 yang turun 9% pada periode yang sama.

Selain itu, Market Vectors Gold Miners ETF -yang memiliki Newmont, Goldcorp, Rangold, dan Barrick- juga terus meningkat, yakni naik hampir 2% dalam dua bulan terakhir.

Hal ini cukup masuk akal. Sebab, emas sering dipertimbangkan sebagai safe haven saat terjadi guncangan ekonomi global.

"Ketidakpastian yang dirasakan investor membantu kenaikan emas. Emas merupakan aset yang dipilih saat investor cemas mengenai kondisi pasar. Saat ini cukup jelas terjadi kenaikan permintaan fisik untuk emas," jelas Chris Gaffney, president EverBank World Markets.

Tetap saja, kenaikan emas dan saham-saham tambang emas terbilang mengejutkan.

Pasalnya, belum lama berselang, pelaku pasar mencemaskan mengenai penurunan harga emas seiring rendahnya tingkat permintaan di China dan India. Belum lagi, penguatan dollar AS dan adanya ekspektasi kenaikan suku bunga AS oleh the Federal Reserve. Faktor-faktor tersebut yang terus menekan harga emas.

Namun saat ini, emas diuntungkan atas fakta bahwa penguatan dollar AS mulai mereda dan the Fed memutuskan untuk menahan suku bunganya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie