Market Kripto Bergerak Labil, Investor Terlihat Masih Ragu



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan market aset kripto dalam seminggu terakhir masih mengalami tekanan. Meski, sempat comeback di tengah pekan, rupanya hal tersebut sulit berlanjut. Pasalnya, investor masih malu-malu kucing untuk all-out dalam perdagangan aset kripto.

Secara keseluruhan sejumlah aset kripto, terutama yang berkapitalisasi besar atau big cap kembali ke zona merah dalam satu hari terakhir. Misalnya saja, Bitcoin yang kembali diperdagangkan dengan nilai US$ 29.925,13 atau turun 2,04% dalam 24 jam terakhir, seperti terpantau dari situs CoinMarketCap pada Jumat (10/6) pukul 17.30 WIB. 

Trader Tokocrypto, Afid Sugiono, mengatakan perdagangan aset kripto Bitcoin kemungkinan besar masih terus akan berada di sekitar level US$ 30.000 dalam waktu dekat. Pasalnya, investor masih menunggu laporan inflasi ekonomi AS yang dapat memicu ekspektasi pasar.


“Investor sepertinya masih bakal kurang bergairah masuk ke pasar kripto lantaran wait and see data inflasi AS terbaru dan dampak pengumuman kebijakan moneter Bank Sentral Eropa. Jika inflasi AS masih meradang, maka ada kemungkinan The Fed bakal mengerek suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin pada bulan ini,” kata Afid dalam laporan mingguan Tokocrypto yang dirilis Jumat (10/6).

Baca Juga: Masih Sideways, Level US$ 32.000 Jadi Resistance Penting untuk Bitcoin

Seperti diketahui, Bank Sentral Eropa telah mengumumkan kenaikan suku bunga acuannya yang pertama dalam lebih dari satu dekade terakhir untuk mengatasi inflasi yang meroket. Kebijakan tersebut bisa jadi sinyal bagi The Fed untuk mengetatkan kebijakan moneternya. Diperkirakan inflasi di AS masih menembus jauh di atas 8%, level tertinggi dalam empat dekade.

“Ketika The Fed mengerek suku bunga acuannya, maka tingkat imbal hasil instrumen berpendapatan tetap bakal meningkat, begitupun dengan nilai dolar AS. Alhasil, aset berisiko jadi dipandang tidak menarik dan menjadi lebih mahal di mata investor,” imbuh Afid.

Sentimen negatif juga datang dari Bank Dunia yang memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 4,1% menjadi 2,9% di tengah kekhawatiran inflasi. Sementara itu, dampak dari invasi Rusia ke Ukraina berlanjut dengan harga minyak mentah yang melonjak.

Di samping perkara makroekonomi, stagnannya transaksi perdagangan kripto juga disebabkan oleh keragu-raguan investor soal titik bottom harga aset kripto, sehingga belum melakukan strategi buy the dip.

Baca Juga: Bank Sentral Dunia Kerek Suku Bunga, Harga Bitcoin Bisa Terus Menderita

Meski, aset kripto diperdagangkan di rentang harga yang gitu-gitu aja dalam beberapa waktu terakhir, sebagian investor yakin bahwa titik harga saat ini bukanlah titik terendahnya.

“Keraguan ini buat market kripto jadi stagnan. Karenanya, market membutuhkan beberapa katalis baru untuk keluar dari kelesuan ini dan kemungkinan masih butuh waktu untuk market bullish,” pungkas Afid.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi