KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur konglomerasi keuangan lewat peraturan POJK Nomor 45 Tahun 2020 tentang Konglomerasi Keuangan. Salah satu kriteria konglomerasi keuangan yang diatur dalam belied ini adalah aset. Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot menyampaikan, jumlah konglomerasi keuangan bersifat dinamis dan dapat berubah sesuai dengan perubahan total asetnya. Sehingga, OJK terus memantau dan mengawasi konglomerasi keuangan tersebut. "Pada periode Desember 2020 (awal penerapan POJK Nomor 45 tahun 2020) hingga Juni 2022, share aset konglomerasi keuangan tersebut terhadap aset sektor jasa keuangan meningkat dari 57,8% menjadi 61,0%," ujar Sekar kepada Kontan.co.id, Minggu (16/10).
Ia menjelaskan, pengaturan mengenai konglomerasi keuangan merupakan salah satu implementasi dari UU No 21 tahun 2011 tentang OJK. Aturan ini mengamanatkan fungsi OJK sebagi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Sektor jasa keuangan tersebut meliputi perbankan, pasar modal dan industri keuangan nonbank. Aturan mengenai konglomerasi keuangan tertuang dalam POJK Nomor 45 Tahun 2020 tentang Konglomerasi Keuangan. Serta, POJK dan SEOJK lainnya terkait konglomerasi keuangan yang telah diterbitkan oleh OJK sejak tahun 2014, khususnya mengenai penerapan manajemen risiko terintegrasi dan tata kelola terintegrasi. "Dalam POJK Nomor 45 Tahun 2020, OJK mengatur mengenai kriteria konglomerasi keuangan, yaitu grup/kelompok LJK yang memiliki total aset lebih besar atau sama dengan Rp 100 triliun dan menjalankan kegiatan bisnis pada lebih dari 1 jenis LJK," kata Sekar.
Baca Juga: OJK Perketat Pengawasan Grup Konglomerasi Keuangan Kewajiban Lewat Holding Berdasarkan riset Kontan.co.id, terdapat beberapa konglomerasi keuangan di Indonesia, mulai dari Group Astra, Djarum, Sinarmas, Bank Mandiri, Salim Group, dan CT Corp. Hingga Juni 2022, Group Astra memiliki aset sekitar Rp 138 triliun. Adapun aset portofolio keuangan Sinarmas sektiar Rp 123 triliun, dan aset Bank Mandiri secara konsolidasi Rp 1.786,70 triliun. Asal tahu saja, kehadiran konglomerasi keuangan di tanah air akan diatur lebih tegas dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PS2K). Berdasarkan draft RUU PS2K yang Kontan miliki, pada pasal 196 menunjukkan pengendali konglomerasi harus membentuk Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK) atau financial holding company. PIKK juga harus memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan yang akan diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nantinya. Lewat aturan ini, regulator menginginkan setiap konglomerasi harus membentuk perusahaan induk. Sebab saat ini, belum semua konglomerasi keuangan di tanah air memiliki perusahaan induk. Berdasarkan riset Kontan, setidaknya terdapat beberapa konglomerasi terbesar di Indonesia mulai dari Astra Financial milik Astra International (ASII), Sinarmas Multiartha (SMAA), Bank Mandiri, Djarum Group, CT Corpora, dan Salim Group. Adapun CT Corpora telah menjadi holding bagi setiap entitas konglomerasi keuangan yang dimilikinya. Begitupun dengan Bank Mandiri sebagai induk terhadap anak-anak usaha yang dijalankan. Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai, bila hanya melihat pasal dalam draf RUU PS2K ini, belum cukup untuk mengatur konglomerasi keuangan. Mengatur konglomerasi membutuhkan tidak hanya pengaturan tetapi juga pengawasan.
“Pengaturan harusnya bersifat lebih komprehensif menyangkut induk atau PIKK dan juga semua anak perusahaan yang tergabung dalam konglomerasi. Juga terhadap hubungan di dalam konglomerasi,” papar Piter kepada Kontan.co.id. Menurut Piter, juga harus ada kejelasan mekanisme pengawasan konglomerasi yang dilakukan oleh otoritas pengawas utamanya OJK. Dengan begitu, maka pengawasan terhadap konglomerasi keuangan di Indonesia bisa lebih baik.
Baca Juga: Kerajaan Bisnis Grup Salim Makin Kokoh Pasca Krisis Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat