Martha Tilaar Group kembangkan sejumlah produk jamunya jadi obat herbal terstandar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Martha Tilaar Group akui saat ini sedang dalam proses mendaftarkan sejumlah produk jamunya sebagai Obat Herbal Terstandar (OHT). Upaya yang dilakukan MTG ini secara langsung mendukung pengembangan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI). 

Sebagai informasi, melansir BPOM, obat bahan alami dan asli Indonesia dan telah terbukti secara ilmiah keamanan dan khasiatnya disebut sebagai Obat Modern Asli Indonesia (OMAI). Adapun OMAI teridiri dari Fitofarmaka (FF) dan Obat Herbal Terstandar (OHT). 

OHT merupakan sediaan obat bahan alam yang telah distandarisasi bahan bakunya sehingga telah memenuhi persyaratan yang berlaku serta klaim khasiat dibuktikan secara praklinik. 


CEO Martha Tilaar Group, Kilala Tilaar mengatakan saat ini ada beberapa produk jamu Martha Tilaar yang sedang proses menjadi OHT. 

"Di antaranya jamu imunomodulator Berto ImunKu dan Jamu peranakan Wulandari bersama Universitas Indonesia. Untuk jamu peranakan ini kami sedang memasukan proposalnya ke BPOM," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (28/12). 

Kilala menjelaskan proses untuk mendapatkan OHT adalah satu tahun karena ada proses praklinik dan toxisitas. Setelah itu, baru proses approval dari BPOM. 

Kilala mengakui bahwa potensi di industri jamu sangat menarik. Dia melihat peluang pasar yang luar biasa di Indonesia dengan nilai pasar jamu kurang lebih Rp 15 triliun yang dari tahun ke tahun selalu mencatatkan kenaikan yang seksi yakni  sebesar 10%. 

Baca Juga: Ini alasan Martha Tilaar Group rilis produk jamu immunomodulator

Selain karena pertumbuhan industrinya yang konsisten tumbuh 10% tiap tahunnya, Kilala juga melihat setelah pandemi corona di Indonesia masyarakat jadi lebih sadar akan kegunaan jamu. 

Namun, bukan berarti pelaku industri jamu tak menghadapi tantangan. Kilala mengungkapkan tingkat kepercayaan dokter ke produk jamu disayangkan belum tinggi sehingga tidak semua dokter mau memberikan jamu di dalam resep obatnya. Maka dari itu, produk jamu sulit penetrasi ke industri farmasi. 

Menurut Kilala, seretnya penyerapan produk jamu ini membuat pelaku industri jamu kurang bergairah untuk menjadikan produknya sebagai Obat Herbal Tersandar (OHT) atau sebagai Fitofarmaka (FF)  karena dibutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang cukup besar. 

"Jadi tantangannya di situ, penerimaan terhadap si dokter untuk meresepkan produk-produk berbasis tradisional atau berbasis empiris yang sudah diriset secara modern," ujar Kilala. 

Ke depannya, setelah ada pandemi Covid-19 yang membuat banyak masyarakat kembali melirik obat tradisional, Kilala berharap generasi dokter yang akan datang sudah mulai sadar dengan potensi jamu yang juga mujarab untuk membantu penyembuhan penyakit.

Selanjutnya: Rilis produk jamu immunomodulator, Martha Tilaar Group lihat industri jamu yang seksi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .