Marwah Republik di UKM dan Koperasi



KONTAN.CO.ID - Coba Anda ketik nama Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemkop dan UKM) di Google, ditemukan sekitar 1.740.000 hasil (0,44 detik) untuk bilah umum, dan sekitar 47.400 hasil (0,23 detik) untuk bilah berita.

Jumlah ini berbeda jauh bila dibandingkan dengan hasil pencarian Kementerian Keuangan (Kemkeu) ditemukan sekitar 44.800.000 hasil (0,46 detik) untuk bilah semua, dan sekitar 8.340.000 hasil (0,13 detik) untuk bilah berita. Kemkop UKM baru muncul di pemberitaan pada setiap tanggal 12 Juli dalam bentuk pemberitaan upacara hari Koperasi.

Ditunjuknya Teten Masduki yang notabene menteri baru sebagai Menteri Koperasi dan UKM pada Kabinet Indonesia Maju diharapkan menjadi angin buritan yang akan membawa biduk UKM dan Koperasi maju kedepan. Caranya bagaimana agar khalayak ramai dan pengambil keputusan bisa tahu perkembangan sektor UKM dan Koperasi, maju atau mundur sektor ini dari tahun ke tahun, satu-satunya cara bukan dengan narasi penuh apologia, tetapi dengan data statistik.


Caranya bagaimana agar dapat membuat kebijakan atau kebijaksanaan atau beleid? Tidak bisa tidak, statistik UKM perlu di-update, Koperasi perlu disensus. Perlu publik ketahui bahwa statistik UKM yang dimiliki kementerian ini sejauh yang tersedia dan dapat diakses oleh publik adalah statistik UKM tahun 2010-2011, sedangkan statistik Koperasi: nihil alias tak ada.

Boleh jadi hanya karena tidak adanya statistik UKM terkini (dan Koperasi) janji Presiden Jokowi pada kampanye pemilihan presiden (Pilpres) 2014 untuk memberikan bantuan dana Rp 10 juta per tahun untuk UKM/Koperasi tidak dapat direalisasikan. Sensus UKM dan Koperasi mutlak dilakukan dengan presisi dan akurasi, bersifat one name/one family one address seperti yang telah dilakukan atau data yang dimiliki oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Data statistik UKM tahun 2010-2011 tersebut pasti sudah berubah tajam, tetapi penulis menduga dalam prosentase tidak berubah banyak, maka bayangkan bila total UKM merupakan 99% dari jumlah usaha; kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 58%; penyerapan tenaga kerja menyumbang 97%.

Ini bukan sembarang angka, karena pada angka ini pula sejatinya marwah perekonomian republik ini terletak. Sehingga kementerian yang mengurusi UKM dan Koperasi ini yang bertanggungjawab atau setidak-tidaknya menjaga, lebih bagus jika marwah perekonomian republik yang koordinasi pembinaan dan pengelolaannya dilaksanakan di Kemkop UKM ini dapat ditingkatkan.

Perguruan tinggi dan OJK

Terdapat beberapa pihak yang sebaiknya perlu diajak berembuk soal apa yang harus dilakukan selama lima tahun ke depan bahkan bila perlu dikoordinasikan, terutama oleh para akademisi dan pemerintah.

Pertama, kurikulum perguruan tinggi. hampir semua perguruan tinggi memiliki Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ternyata kurikulumnya mempersiapkan peserta didik menjadi kuli korporasi besar, sedangkan korporasi besar hanya menyerap 3% jumlah tenaga kerja. Dapat dipastikan, 100% kurikulum jurusan akuntansi dan manajemen di seluruh FEB tidak mengenal frasa financial bootstraaping di dalam kurikulumnya. Misalnya, mata kuliah Manajemen Keuangan, basisnya adalah korporasi yang telah memisahkan kepemilikan dengan pengelolaan, sesuatu yang sulit terjadi di UKM.

Kedua, semangat pioneering. Jika dahulu di tahun 1950-an hingga awal 1960-an, almarhum Prof Koesnadi Hardjasoemantri menginisiasi gerakan Pengerahan Tenaga Mahasiswa untuk membangun puluhan bahkan ratusan SLP dan SLA di penjuru pelosok negeri, bagaimana peran Perguruan Tinggi sekarang? Nihil !.

Sedangkan nyaris seluruh perguruan tinggi (swasta maupun negeri) memiliki kegiatan akademik yang sifatnya wajib, yakni Kuliah Kerja Nyata (KKN). KKN yang dilaksanakan tiap semester dari tahun akademik ternyata sifatnya temporer, sinterklaas syndrome, datang ke suatu desa, membangun jembatan atau mencat dinding sekolah, selesai, tahun depan berulang kembali hanya pindah desa.

Kegiatan sinterklaas syndrome dapat diarahkan menjadi kegiatan yang bersinergi dengan penguatan sektor UKM, semisal petani (petani kecil) untuk mengerti secara sederhana bagaimana teknik costing (menghitung biaya produksi) dan bagaimana memperkuat posisi tawar di hadapan tengkulak.

Ketiga, riset berbasis sektor riil (bukan riset pasar modal). Perguruan tinggi yang sedang berlomba-lomba masuk peringkat dunia, menyebut dirinya the World Class (Research) University telah berubah menjadi menara gading. Para dosen yang mendadak sekarang menjadi gemar riset, mulai tertarik meriset usaha rintisan (start-up), mereka melakukan riset ini itu tentang start-up, tetapi ternyata gagal mengartikan start-up itu sendiri.

Dalam pemahaman mereka, start-up adalah usaha yang akan mengembangkan aplikasi untuk menciptakan pasar, sehingga yang tidak memiliki atau tidak mengembangkan aplikasi tidak dapat disebut start-up. Sedangkan istilah start-up ini adalah istilah baku yang sudah berpuluh tahun digunakan di industri modal ventura sebagai klasifikasi pentahapan pertumbuhan skala usaha. Dimulai dari sekedar benih yang kemudian jika direalisasikan pasti akan tumbuh menjadi start-up. Sehingga start-up adalah konsekuensi logis dari realisasi benih atau ide. Tahap start-up ditandai dengan mulai dibutuhkannya modal kerja (working capital).

Sudah saatnya Kemkop UKM menarik dan memaksa jika perlu perguruan tinggi untuk dapat menjalankan peran Dharma ketiganya, yakni Pengabdian kepada Masyarakat. Ukuran-ukuran keberhasilan perguruan tinggi dan dosen adalah jumlah sitasi dan jumlah publikasi, bukankah ini sama halnya perguruan tinggi kembali menjadi Menara Gading.

Selain perguruan tinggi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga perlu dilibatkan dalam beberapa aspek. Pertama, membuat aturan. Ada beberapa bidang pada domain OJK yang berhubungan dengan kehidupan UKM. Apakah selama ini dalam pembuatan aturannya melibatkan kementerian yang bertanggungjawab atas keberlanjutan dan kemajuan UKM? Ini pertanyaan retorik, yang jawabannya adalah hampir yakin, Tidak!.

Dalam pembentukan aturan OJK yang berdampak kepada UKM, Kemkop UKM setidaknya dimintai pendapat. Tampak sekali, OJK gagal paham bahwa yang diperlukan oleh UKM dan Koperasi bukan sekedar pembiayaan, tetapi lebih dari itu adalah pembinaan atau pendampingan.

Peran pembiayaan sekaligus pendampingan adalah peran Modal Ventura. Modal Ventura mendampingi dan membina UKM yang dibiayainya bukan karena baik hati atau karena sebab kemanusiaan lainnya, tetapi memang karena model bisnis Modal Ventura memang mensyaratkan memberikan pembinaan. Tujuannya adalah tujuan komersial, agar perusahaan UKM yang dibiayai cepat tumbuh dan bisa berjalan sendiri melalui pintu pasar modal.

Penulis : Shalahuddin Haikal

Alumni Faculteit der Rechtsgeleerdheids, Eramus University Rotterdam

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti