JAKARTA. Pemerintah Provinsi Aceh telah menyelesaikan qanun atau peraturan daerah (Perda) tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Perda tersebut kabarnya sudah berada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun para pengusaha minerba dii Aceh tampaknya keberatan dengan Perda tersebut. Sebab selain kontraproduktif terhadap upaya menarik investor guna menggerakkan ekonomi Aceh, Perda tersebut juga bertabrakan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Pengamat pertambangan dari Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, menjelaskan salah satu pasal yang dinilai menabrak UU Minerba yakni terkait dengan penetapan dana kompensasi sumber daya alam untuk pemerintah Aceh yang besarnya antara 2,5% hingga 6,6 %. Selain itu pengusaha juga masih dibebani dana pengembangan masyarakat yang ditetapkan sedikitnya 2%.
Marwan: Perda Minerba Aceh berpotensi polemik
JAKARTA. Pemerintah Provinsi Aceh telah menyelesaikan qanun atau peraturan daerah (Perda) tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Perda tersebut kabarnya sudah berada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun para pengusaha minerba dii Aceh tampaknya keberatan dengan Perda tersebut. Sebab selain kontraproduktif terhadap upaya menarik investor guna menggerakkan ekonomi Aceh, Perda tersebut juga bertabrakan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Pengamat pertambangan dari Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, menjelaskan salah satu pasal yang dinilai menabrak UU Minerba yakni terkait dengan penetapan dana kompensasi sumber daya alam untuk pemerintah Aceh yang besarnya antara 2,5% hingga 6,6 %. Selain itu pengusaha juga masih dibebani dana pengembangan masyarakat yang ditetapkan sedikitnya 2%.