Masa booming lewat, distro masih menjanjikan



Bagi anak muda, fesyen adalah kebutuhan yang trennya harus diikuti. Tak heran bila banyak wirausaha busana ala distro yang masih menjamur saat ini. Bahkan, ada yang menawarkan kemitraan. Semenarik apa usaha ini? Usaha fesyen memang tidak ada matinya. Apalagi jika produk yang ditawarkan membidik target anak muda. Salah satu konsep usaha fesyen khusus anak muda yang paling populer adalah distro atau distribution store. Meski konsep ini sudah booming sejak tahun 2000, hingga kini, anak muda masih menjadikan distro sebagai arena belanja yang bisa memenuhi selera mereka. Tak heran bila masih banyak pengusaha distro yang masih eksis. Salah satu pengusaha distro yang masih bertahan adalah Hardinansyah, pemilik Chambers Shop, distro di Makassar yang berdiri sejak 2003. “Usaha ini masih prospektif. Sandang adalah kebutuhan pokok, apalagi anak muda cenderung menciptakan dan mengikuti tren,” katanya. Satu gerai Chambers seluas 350 meter persegi (m²) menghasilkan omzet rata-rata Rp 700 juta per bulan.Selain sebagai kebutuhan pokok, Hardinansyah melihat distro sekarang tidak lagi dipandang sebagai tempat alternatif membeli pakaian, tetapi sudah menjadi tempat prioritas bagi anak muda dalam mencari fesyen terbaru dan eksklusif.Manisnya usaha ini pula yang mendorong Anang Darmawan untuk menawarkan paket kemitraan Sippirilli Chapter 7, distro yang berbasis di Yogyakarta yang berdiri sejak akhir tahun lalu. Sekarang, toko pakaian yang terkenal dengan merek Seephylliz ini sudah memiliki gerai di Jakarta, Bali, Lombok, dan Malang. “Tahun ini, kami fokus pada pengembangan gerai di dalam negeri. Tahun depan, kami akan kembangkan di luar negeri,” katanya. Kini Anang sudah mempunyai reseller di Filipina.Menurut Anang, menjalankan usaha distro dengan konsep kemitraan akan lebih menguntungkan lantaran tidak perlu susah-susah membangun merek. “Pasar Seephylliz sudah terbentuk, mitra tidak akan kerepotan menjual produk kami,” katanya. Anang bilang, omzet yang didapat dari usaha ini minimal Rp 150 juta hingga Rp 280 juta atau setara Rp 5 juta - Rp 9 juta per hari, tergantung lokasi dan luas lahan usaha. Keuntungan yang didapat mulai 20% hingga 30%, dengan asumsi return of investment 13 bulan hingga 20 bulan. Bukan sampinganMenurut Hardinansyah, menjalankan usaha distro dengan ikut kemitraan memang akan cukup banyak memberikan kemudahan. Selain pasar sudah terbentuk dan merek yang sudah kuat, mitra juga tidak akan dipusingkan dengan pengelolaan usaha karena akan dibantu oleh pemilik merek. “Tapi, sejatinya menjalankan usaha ini secara mandiri dari nol tidaklah sulit, sekarang banyak distro baru yang sukses, lo,” katanya. Hardinansyah bilang, dalam mengelola distro, yang terpenting adalah fokus, tidak boleh sebagai sampingan. “Ketika awal-awal booming distro, banyak yang menjalankan usaha ini sebagai kesenangan, sehingga pengelolaannya dilakukan secara sembarangan,” jelasnya. Sekarang, karena banyak pemain, usaha ini harus dijalankan dengan serius bukan sekadar main-main.Selain itu, Anda juga harus memiliki ketertarikan pada dunia anak muda. Sebab, dari merekalah Anda akan tahu tren apa yang sedang berkembang. Usaha distro ini sangat mengandalkan kreativitas dan inovasi desain, serta keunggulan produk. Selain itu, karakteristik produk distro adalah eksklusivitas. Jadi, bila Anda sudah memiliki jiwa seni dan mau belajar berdagang, usaha ini sudah bisa dijalankan. Soal produk yang dijual, Anda bisa mendapatkannya dari distro-distro besar. Sebab, sekarang cukup banyak distro besar yang bisa memasok barang. Mereka juga tidak akan pelit untuk berbagi, produk mana yang diminati pasar. Selain itu, pilihlah distro yang bisa memberikan layanan konsinyasi. Distro mandiriBila Anda ingin membuka distro secara mandiri, nilai modalnya relatif, tidak terpatok pada persyaratan tertentu. “Anda bebas initial fee ataupun opening fee, jadi modal bisa menyesuaikan isi kantong atau untuk penambahan belanja produk,” ujar Hardinansyah. Lahan yang Anda siapkan juga sesuai dengan kemampuan sewa, tidak terpatok pada ukuran tertentu. Asal lokasi strategis, pembeli akan datang sendiri. Bila Anda baru memiliki uang Rp 200 juta pun sudah bisa menjalankan bisnis ini. Biaya itu untuk renovasi dan belanja produk. Dengan modal itu, Anda bisa membuka usaha di lahan seluas 50 m2. Jumlah pegawainya pun bisa Anda sesuaikan dengan luas lokasi, misalnya tiga orang. “Dalam usaha ini, ambil keuntungan jangan besar-besar, maksimal 35%,” kata Hardinansyah.Dari segi pengenalan produk, Anda harus melakukan promosi online maupun offline. “Rata-rata anak muda sekarang kalau belanja pasti searching dulu di internet. Dia mencari produk-produk yang recommended,” ujar Soni Canda, sales marketing Blakwear, distro asal Bandung. Selain membuka promosi di internet, via website, maupun jejaring sosial, dalam konsep offline, Anda juga harus sesekali mengadakan acara yang dekat dengan anak muda. Misalnya, acara musik atau aneka kompetisi yang tujuannya mengumpulkan anak muda yang memang menjadi target pasar.Bila usaha distro mulai berjalan, sebaiknya Anda mulai memberanikan diri membuka tawaran kerja sama dengan reseller. “Ini sangat membantu produk kita lebih terserap pasar dan hasilnya lumayan,” kata Soni yang mengaku reseller-nya berkontribusi 35% dari total pendapatan yang diperoleh. Distro dengan kemitraanNah, bila ingin membuka distro dengan sistem kemitraan, Anda bisa mempertimbangkan tawaran Sippirilli Chapter 7. “Persyaratannya hanya ada kemauan untuk mengelola bisnis secara bersama dan memiliki modal sesuai yang disyaratkan,” kata Anang. Calon mitra tidak diwajibkan memiliki lokasi usaha. Sebab, pihak Sippirilli akan membantu mencarikan lokasi usaha yang tepat. Untuk menjadi mitra Sippirilli, Anda bisa memilih paket investasi gold senilai Rp 300 juta hingga Rp 350 juta atau paket platinum senilai Rp 500 juta hingga Rp 600 juta. “Paket investasi tersebut sangat ditentukan oleh luas lahan dan nilai produk yang akan dijual,” kata Anang. Paket gold membutuhkan lahan minimal 80 m2 hingga 100 m2. Sedangkan paket platinum luas lokasi minimal 120 m2 hingga 170 m2.Dengan paket investasi senilai Rp 350 juta, produk yg didapat mitra senilai Rp 200 juta dan senilai Rp 100 juta untuk renovasi interior dan eksterior, Sisanya, Rp 20 juta untuk opening fee, dan Rp 30 juta untuk biaya initial fee selama 5 tahun. “Asumsinya bisa balik modal selama 14 hingga 18 bulan dengan omzet sekitar Rp 5 juta per hari,” kata Anang. Per bulan, pengeluaran untuk belanja produk hanya Rp 90 juta, royalty fee 5%, sewa lokasi Rp 8,5 juta, belanja kemasan Rp 3 juta, gaji 10 karyawan Rp 10 juta, biaya listrik dan perawatan gerai sekitar Rp 6 juta. “Jadi, investor tidak perlu repot mengurus karyawan atau lokasi, semua kami siapkan. Mitra tinggal memantau pengelolaannya,” ujar Anang. Soal promosi, Sippirilli akan membantu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi