Masa Depan Suram Industri Otomotif Thailand



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri otomotif Thailand yang bernilai US$53 miliar kini menghadapi tantangan serius seiring meningkatnya utang konsumen domestik dan pergeseran konsumen internasional ke kendaraan listrik (EV).

Sebagai pusat produksi mobil terbesar di Asia Tenggara, krisis ini telah memaksa perusahaan untuk memangkas produksi dan tenaga kerja, serta mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah guna memperbaiki keadaan.

Penurunan Produksi dan Penjualan Mobil

Produksi di sektor otomotif Thailand telah mengalami penurunan yang signifikan selama setahun terakhir. Data menunjukkan bahwa produksi mobil turun sebesar 20,6% pada bulan Agustus dibandingkan tahun lalu, dan penjualan domestik mencapai titik terendah dalam 14 tahun terakhir.


Sektor ini diperkirakan akan memproduksi 1,7 juta kendaraan pada tahun ini, menurun dari 1,9 juta pada 2023, dengan penjualan domestik diprediksi hanya 550.000 kendaraan, sementara 1,15 juta akan diekspor.

Baca Juga: BYD Targetkan Separuh Penjualannya Berasal dari Pasar Global

Hajime Yamamoto, seorang analis di Nomura Research Institute, menilai bahwa kondisi pasar domestik yang stagnan dan meningkatnya kompetisi di pasar ekspor menjadi faktor utama yang menekan sektor otomotif. "Ini adalah krisis yang cukup serius, dengan tidak ada jalan keluar yang mudah," ujarnya.

Krisis di Sektor Pick-up Truck

Salah satu segmen yang paling terpengaruh adalah pick-up truck, yang menyumbang hampir setengah dari total penjualan kendaraan di Thailand tahun lalu.

Pada tahun 2023, lebih dari 820.000 pick-up diekspor, yang mencakup 67% dari total produksi. Namun, pada tahun ini, ekspor pick-up mengalami penurunan sebesar 8,76%, dengan produksi menurun 20,51% menjadi 616.549 unit.

Sebagian besar komponen pick-up diproduksi secara lokal, sehingga penurunan ini berdampak besar pada industri suku cadang di Thailand.

Menurut Asosiasi Produsen Suku Cadang Otomotif Thailand, segmen ini saja menyumbang 70% dari pasar suku cadang domestik. Penjualan suku cadang diperkirakan akan turun hampir 12% tahun ini, mencapai 519 miliar baht (sekitar US$15,68 miliar).

Baca Juga: Mobil Listrik Baru Neta Laku Keras di Thailand

Utang Rumah Tangga dan Krisis Keuangan

Salah satu faktor utama yang memicu krisis ini adalah utang rumah tangga yang mencapai US$484 miliar, atau 90,8% dari produk domestik bruto (PDB) Thailand per Maret 2024. Rasio ini merupakan salah satu yang tertinggi di Asia dan telah menghambat penjualan mobil.

Data menunjukkan bahwa pada enam bulan pertama tahun 2024, lembaga keuangan hanya menyetujui sekitar 203.000 pinjaman pick-up, jauh lebih sedikit dibandingkan 722.000 pinjaman yang disetujui sepanjang tahun 2019.

Kondisi ini diperburuk dengan meningkatnya non-performing loans (NPL), yang telah melonjak 40% year-on-year menjadi 148 miliar baht (US$4,46 miliar). Surapol Opastien, kepala National Credit Bureau, mengungkapkan bahwa NPL pada pinjaman pick-up mulai terlihat sejak kuartal pertama tahun 2022.

Upaya Perbaikan dan Insentif

Dalam menghadapi tantangan ini, kelompok industri kini berupaya mencari solusi. Sektor suku cadang otomotif mendesak pemerintah untuk memberikan lebih banyak insentif kepada produsen mobil konvensional dan hybrid.

Sompol Tanadumrongsak, Presiden Asosiasi Produsen Suku Cadang Otomotif Thailand, menekankan pentingnya mempertahankan produksi pick-up truck dan hybrid di negara ini.

Baca Juga: Penjualan Domestik Lesu, Produksi Mobil Thailand Turun 16,6% di Juli 2024

Pemerintah Thailand berencana untuk menawarkan insentif investasi dan subsidi untuk produksi hybrid. Selain itu, Dewan Investasi Thailand juga berupaya menarik investor asing untuk membentuk usaha patungan dengan perusahaan suku cadang lokal.

"Ini akan mengubah EV buatan China menjadi EV buatan Thailand yang kemudian bisa diekspor," ungkap Suroj Sangsnit, ketua asosiasi EV.

Tantangan dalam Kolaborasi dengan Pembuat EV

Bagi beberapa perusahaan Thailand, bekerja sama dengan pembuat EV asal China menjadi tantangan tersendiri, terutama terkait perbedaan harga. Meskipun mereka dapat memasok komponen untuk EV China, keuntungan yang diperoleh sangat minim.

"Kami masih harus fokus pada OEM (original equipment manufacturing) untuk merek Jepang. Jika mereka memiliki rencana untuk EV, itu akan menjadi berkah bagi kami," kata Nattaporn Chewapornpimon dari Techno-Metal.

Editor: Handoyo .