Masa Jabatan Disoal, Pengadilan Tangguhkan Perdana Menteri Thailand dari Tugas Resmi



KONTAN.CO.ID -  BANGKOK. Mahkamah Konstitusi Thailand secara mengejutkan menangguhkan Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha dari tugas resminya sebagai Perdana Menteri pada hari Rabu (24/8). 

Keputusan pengadilan tersebut sebagai respons atas petisi yang diajukan kalangan oposisi untuk meninjau masa jabatan delapan tahun Prayuth sebagai perdana menteri sesuai amanat konstitusi. 

Mahkamah Konstitusi Thailand dalam putusannya mengatakan mendengarkan petisi yang meminta untuk meninjau batas masa jabatan delapan tahun Prayuth.

Melansir Reuters, Wakil Perdana Menteri Prawit Wongsuwan diperkirakan akan mengambil alih sebagai pemimpin sementara sebagai akibat dari putusan tersebut. 

Baca Juga: PM Thailand Ajak Tim Ekonomi Rapat Darurat Bahas Energi dan Inflasi Usai Alarm Fed

Meskipun Prayuth masih dapat kembali menduduki posisinya, tapi langkah untuk menskorsnya membuat politik Thailand kacau balau, dengan pemilihan umum yang dijadwalkan pada Mei tahun depan.

Prayuth memiliki waktu 15 hari untuk menanggapi putusan tersebut, kata pengadilan dalam sebuah pernyataan.

"Pengadilan telah mempertimbangkan permohonan dan dokumen terkait dan melihat bahwa fakta-fakta dari petisi adalah alasan untuk dipertanyakan seperti yang diminta," bunyi pernyataan pengadilan.

Tidak jelas kapan pengadilan Thailand akan memberikan keputusan akhir atas petisi tersebut, yang diajukan oleh partai oposisi utama dengan alasan bahwa waktu yang dihabiskan Prayuth sebagai kepala junta militer harus diperhitungkan dalam masa jabatan delapan tahun yang ditetapkan secara konstitusional.

Baca Juga: Thailand Bebaskan Karantina Untuk Kunjungan 10 Negara Ini Mulai 1 November

Prayuth, yang memimpin kudeta 2014 untuk menggulingkan pemerintah terpilih, menjadi perdana menteri sipil pada 2019 setelah pemilihan diadakan di bawah konstitusi yang dirancang militer.

Dalam permintaan peninjauan kembali ke pengadilan, partai oposisi utama berpendapat bahwa Prayuth harus meninggalkan jabatannya bulan Agustus ini karena waktunya sebagai panglima militer harus diperhitungkan dalam masa jabatannya sebagai perdana menteri.

Hampir dua pertiga warga Thailand juga ingin Prayuth lengser pada bulan ini, sebuah jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan.

Baca Juga: Thailand larang pertemuan publik usai kasus harian Covid-19 dan kematian rekor

Tetapi beberapa pendukung berpendapat masa jabatannya dimulai pada 2017, ketika konstitusi baru mulai berlaku, atau setelah pemilihan 2019, yang berarti bahwa Prayuth harus diizinkan untuk tetap berkuasa hingga 2025 atau 2027, jika terpilih.

Kontroversi tersebut adalah yang terbaru di negara yang telah mengalami gejolak politik yang terputus-putus selama hampir dua dekade, termasuk dua kudeta dan protes dengan kekerasan.

Editor: Noverius Laoli