Masa Jabatan Gubernur BI akan Berakhir, Ekonom: Dari Internal BI Banyak yang Mumpuni



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah nama bermunculan sebagai kandidat pengganti Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang masa jabatannya akan selesai pada Mei 2023.

Nama yang bermunculan menjadi kandidat Gubernur BI di antaranya yakni Menteri Keuangan  Sri Mulyani Indrawati, Ketua DK Lembaga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, Senior Deputi Gubernur BI Destry Damayanti, Hingga Gubernur BI saat ini Perry Warjiyo yang berpotensi kembali terpilih.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, dari internal BI sebenarnya banyak yang mempunyai kapasitas handal dan mumpuni untuk menempati jabatan sebagai Gubernur BI.

Baca Juga: BI: Ekonomi Tahun 2023 Berpeluang Tumbuh 5%

“Dari internal BI sebenarnya banyak yang punya kapasitas. Jadi belum diperlukan untuk masuk orang luar langsung menjadi Gubernur BI,” tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (2/2).

Menurut Bhima, Perry bisa dipertimbangkan kembali untuk kembali menduduki jabatan sebagai Gubernur BI. Akan tetapi menurutnya BI membutuhkan penyegaran. 

Dari lingkup BI sendiri, Deputi Gubernur Juda Agung menurutnya layak menempati posisi jabatan tersebut.

Adapun Untuk Sri Mulyani Indrawati, Bhima menilai jika dilihat berdasarkan pengalamannya mungkin akan bagus dan selama ini Sri Mulyani juga sering melakukan koordinasi di internal Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdapat BI di dalamnya, sehingga komunikasi bukan menjadi masalah.

Akan tetapi, kata Bhima, permasalahannya Sri Mulyani mendorong burden sharing atau skema pembelian Surat Berharga negara (SBN) oleh BI di pasar primer alias cetak uang. Sehingga hal tersebut akan menjadi masalah serius.

“Hal ini karena menyangkut independensi bank sentral dan inflationary risk dari kebijakan moneter,” kata Bhima.

Lebih lanjut, Bhima memaparkan, calon gubernur BI selanjutnya setidaknya harus memiliki lima kriteria. 

Baca Juga: BI Beberkan Arah Kebijakan Moneter 2023

Pertama, berani menolak melanjutkan burden sharing atau cetak uang dalam rangka menyelamatkan defisit APBN.

Kedua, mencari opsi stabilitas kurs terpaku pada kebijakan konvensional naik turunkan suku bunga acuan. 

Ketiga, memiliki integritas atau tidak punya masalah konflik kepentingan dan track record yang bersih.

Keempat, mempunyai komitmen mengarahkan kebijakan moneter yang pro mitigasi perubahan iklim. 

Kelima, paham dan mampu mengendalikan arah perkembangan teknologi termasuk soal rupiah digital dan cepatnya inovasi fintech payment.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi