Masalah Gagal Bayar Hantam Industri Fintech Lending, Ini Kata Pengamat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permasalahan gagal bayar menghantam industri fintech peer to peer (P2P) lending. Sejumlah fintech P2P lending tercatat memiliki TWP90 di atas 5%. Alhasil, banyak lender yang mengaku uang pendanaan mereka tak juga dikembalikan platform fintech P2P lending.

Terkait hal itu, Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai banyaknya permasalahan gagal bayar platform fintech P2P lending tak akan menyurutkan minat lender menaruh dana. 

"Saya melihat masih akan naik, minimal tetap," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Minggu (14/1).


Baca Juga: Gagal Bayar Terpa Fintech Lending, Nilai Proporsi Lender Individu Diprediksi Turun

Heru tak memungkiri fenomena gagal bayar memang memberikan rasa kapok di sisi lender. Meskipun demikian, bunga yang sangat tinggi memberikan harapan juga pada lender untuk tetap mendapat cuan dan terus masuk ke bisnis fintech P2P lending. Dengan asumsi, antara gagal bayar dan yang membayar seimbang saja, tentu keuntungan tinggi masih bisa didapatkan.

Di samping itu, Heru menilai banyak lender yang masuk dari negara-negara lain yang seharusnya dicurigai sumber keuangannya. Menurutnya, potensi money laundry dari lender negara lain sebenarnya besar, tetapi tidak aman disimpan di negaranya sendiri sehingga dilempar ke negara lain. 

Baca Juga: OJK Masih Persiapkan Infrastruktur Sebelum Cabut Moratorium Fintech P2P Lending

"Mereka melihat Indonesia yang tidak ketat dalam soal sumber keuangan untuk pinjol, tentu menjadi surga. Dengan dmeikian, meski gagal bayar tinggi, Indonesia aman untuk masuknya uang dengan magic word atau alasan investasi startup maupun pemodalan pinjol. Dengan demikian, daripada uang disita negara mereka karena asal usul tidak jelas, lebih baik dilempar ke Indonesia. Meski gagal bayar, uang aman, masih ada potensi keuntungan besar juga," kata Heru.

Sebagai informasi, OJK mencatat tingkat risiko kredit macet secara agregat atau yang dikenal dengan TWP90 dalam kondisi terjaga di level 2,81% pada November 2023, sedangkan Oktober 2023 sebesar 2,89%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi