Masalah Gagal Bayar iGrow Menyingkap Tabir Gelap Klaim Asuransi Lender



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permasalahan gagal bayar fintech peer to peer lending PT Igrow Resources Indonesia atau PT LinkAja Modalin Nusantara (iGrow) ternyata merembet juga ke proses klaim asuransi jika terjadi gagal bayar.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10/05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) Pasal 31 ayat (2) huruf m, mewajibkan penyelenggara dalam hal ini fintech P2P lending harus menuangkan penjelasan mitigasi risiko jika terjadi pendanaan macet di dalam perjanjian antara Penyelenggara dan Pemberi Dana (lender).

Yang dimaksud dengan mitigasi risiko dalam hal terjadi pendanaan macet adalah penyelesaian pendanaan macet yang dapat dilakukan oleh Pemberi Dana yang terdiri dari penagihan oleh Penyelenggara, pengalihan penagihan kepada pihak ketiga, dan klaim asuransi atau penjaminan.


Namun, dalam sejumlah dokumen perjanjian antara lender dengan iGrow yang didapatkan Kontan, mengungkap bahwa tak ada keterangan atau penjelasan terkait klaim asuransi jika terjadi pendanaan macet. Padahal hal tersebut juga harus tercantum dalam perjanjian antara penyelenggara dengan lender, sesuai dengan aturan POJK Nomor 10/05/2022.

Baca Juga: Tersandung Masalah Gagal Bayar, Isi Perjanjian iGrow Jadi Sorotan

Mengenai hal itu, Kuasa Hukum Lender iGrow Grace Sihotang menerangkan iGrow membuat perjanjian yang tak sesuai dengan ketentuan.

"Jadi, dalam perjanjian iGrow enggak ada klausul wanprestasi. Jadi dianggap semua tindakan dari iGrow itu tindakan yang benar," ungkapnya kepada Kontan, Senin (5/2).

Kontan juga sempat mendapatkan isi email terkait proses klaim asuransi yang diterima para lender dari iGrow. Tertera e-mail tersebut dikirim oleh iGrow pada 13 April 2023, mengenai Informasi Hasil Konfirmasi Pemegang Polis Klaim Asuransi dan Tindak Lanjut Proyek Penjualan Minyak Nilam.

Adapun email tersebut menerangkan hasil konfirmasi persetujuan klaim atau pencairan asuransi dari seluruh lender pemegang polis proyek Penjualan Minyak Nilam dalam kurun waktu 14 hari kerja yang telah diberikan.

Hasilnya menerangkan, 12% lender pemegang polis proyek tersebut Sepakat untuk memproses pencairan asuransi dengan nominal 10% dari nilai pokok pendanaan atau sebesar Rp 250.000/unit, kemudian 16% lender pemegang polis Tidak Sepakat dan bersedia untuk menunggu proses penagihan iGrow.

Terbanyak, 72% lender pemegang polis Tidak Memberikan Konfirmasi sampai dengan batas waktu yang ditentukan. 

"Sesuai dengan informasi yang disampaikan pada e-mail sebelumnya, apabila tidak memberikan konfirmasi, maka dianggap lender tidak sepakat. Dengan konfirmasi tersebut didapatkan hasil sebagian besar lender menyatakan tidak sepakat, maka tindak lanjut dan opsi yang dijalankan berdasarkan konfirmasi dari seluruh pemegang polis, yaitu menunggu proses penagihan iGrow," tulis pihak iGrow dalam email yang dikirimkan kepada lender.

Baca Juga: Fintech Bisa Kena Sanksi Jika Tak Jelaskan Mitigasi Risiko Kredit Macet di Perjanjian

Setelah iGrow menentukan putusan tersebut, pihak iGrow kemudian menjelaskan lini waktu opsi, yakni opsi pertama melanjutkan proses penagihan dengan tim penagihan internal iGrow yang telah tersertifikasi dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Opsi kedua, proses kerja sama dengan pihak ketiga, baik collection agency maupun firma hukum.

Perkembangan terbaru dari kerja pihak ketiga akan dikabarkan secara berkala kepada para lender terkait. Opsi ketiga, apabila pihak borrower tidak memiliki itikad baik selama proses penagihan baik dari tim penagihan internal maupun jasa penagihan pihak ketiga, iGrow akan melakukan langkah tegas bersama dengan pihak ketiga yang telah dipilih, maka iGrow akan menjalankan proses hukum.

"Apabila proses yang ditempuh adalah dengan menggunakan opsi (2) atau (3), maka pembayaran sisa kredit yang akan diteruskan kepada lender adalah nominal setelah dipotong biaya-biaya yang muncul atas proses-proses yang terjadi. Demikian informasi yang dapat kami sampaikan dan iGrow berkomitmen akan memberikan update informasi secara berkala dan mendampingi para lender hingga seluruh proses penyelesaian kewajiban pembayaran oleh Borrower berjalan dengan baik," tulis pihak iGrow.

Terkait hal itu, Grace menganggap para lender dipaksa untuk mengikuti kesepakatan iGrow mengenai klaim asuransi.

"Mereka (iGrow) memakai Simas Insurtech dan hanya mau bayar 10% saja. Dipaksa. Jadi, kalau lender enggak mau mengikuti ketentuan 10% itu, para lender enggak bisa masuk ke dalam aplikasi," ujarnya.

Sementara itu, Grace juga mengungkapkan bahwa ada dugaan borrower iGrow itu fiktif. Dia menceritakan ada lender iGrow yang mencoba menyelidiki langsung ke lokasi proyek si borrower.

"Ada klien yang menyelidiki langsung ke lokasi proyek tersebut. Ternyata dari 10 proyek itu yang didanai cuma 1, demikian juga yang terjadi dengan TaniFund. Jadi, misal ada petani di Madiun, itu petaninya bingung dan tak ada yang didanai sama sekali. Jadi, ada dugaan perusahaan fintech itu membohongi konsumen, jadi meyakinkan PT-nya, tetapi nyatanya fiktif," tuturnya.

Baca Juga: Perjanjian iGrow dengan Lender Tak Cantumkan Soal Mitigasi Risiko Kredit Macet

Grace mengatakan langkah yang dilakukan iGrow itu makin mulus terjadi, didukung oleh literasi masyarakat yang masih minim sehingga tak ada sikap kritis lender untuk mengetahui perusahaan si peminjam.

Sebagai informasi, tercatat TKB90 iGrow hingga 6 Februari 2024 sebesar 53,44%. Imbas masalah gagal bayar, sejumlah lender diketahui telah menggugat iGrow di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 115/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL yang didaftarkan pada 30 Januari 2024. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari