KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga logam industri berada dalam tren positif, yang terlihat dari penguatan harga pada sebulan dan sepekan terakhir. Meski begitu, kenaikan itu dinilai bersifat sementara. Berdasarkan data
Trading Economics, Senin (4/3) pada pukul 19.15 WIB, harga tembaga berada di level US$ 3,86 per Lbs atau naik 2,48% dalam sebulan dan 1,18% sepekan. Harga alumunium di US$ 2.234 per ton atau naik 0,99% dan 2,50%.
Baca Juga: Pemerintah Cabut 2.078 Izin Usaha Pertambangan, Begini Kata Pengusaha Tambang Selanjutnya, timah turut naik 3,68% dalam sebulan ke US$ 26.489 per ton dan sepekan naik 0,41. Lalu nikel dalam sebulan telah melesat 9,13% ke US$ 17.442 per ton dan naik 0,98% pada sepekan. Founder Traderindo.com Wahyu Triwibowo Laksono menjelaskan, harga timah didorong dari permintaan yang tinggi seiring dengan pertumbuhan penjualan semikonduktor dan teknologi yang berkembang pesat. Di sisi lain, pasokan akan terbatas lantaran ketatnya ekspor dari Indonesia dan ditutupnya tambang di Myanmar. Bahkan, berdasarkan perkiraan Macquarie, pasar timah global akan mengalami defisit sebesar 5.000 ton pada tahun 2024 dari surplus sebesar 6.000 ton pada tahun lalu. Sementara harga LME diperkirakan akan mencapai rata-rata US$ 28.500 per ton pada tahun 2024.
Baca Juga: Kinerja Industri Manufaktur Terus Menguat, Sinyal Positif di Tengah Resesi Global Sementara untuk alumunium didorong dari kekhawatiran pasokan menjelang pengumuman dari Amerika Serikat tentang sanksi terhadap Rusia atas kematian pemimpin oposisi Alexei Navalny. Alumunium juga didukung langkah-langkah stimulus konsumen China. "China mengumumkan pemotongan terbesar dalam suku bunga hipotek benchmark untuk menopang pasar properti yang sedang berjuang," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (4/3). Lalu gangguan perdagangan yang sedang berlangsung melalui Laut Merah, serta kekuatan di beberapa pasar Asia memberikan dukungan kepada aluminium di seluruh Eropa, meskipun permintaan regional masih rendah. Kemudian tembaga juga didorong dari masalah pasokan. Wahyu menilai, masalah itu mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas tentang kemampuan industri pertambangan untuk bersaing dengan lonjakan permintaan saat dunia beralih ke energi hijau.
Baca Juga: Harga Nikel Mencapai Level Tertinggi Lebih dari 2 Bulan ke US$17.675, Kamis (29/2) Menurut Bank Montreal, penutupan tambang raksasa di Panama dan penurunan produksi tembaga Anglo-American yang diperkirakan dalam beberapa minggu terakhir turut menghilangkan 750.000 ton atau 3% pasokan global tahun depan. "Vale dan Rio Tinto juga baru-baru ini memberikan prakiraan produksi yang tidak sesuai dengan harapan beberapa analis," kata Wahyu. Sementara untuk nikel dinilai masih akan melemah akibat pasokan yang berlebih. Menurut International Nickel Study Group, surplus nikel tahun 2024 bisa mencapai 239.000 metrik ton. Oleh sebab itu, Wahyu memperkirakan harga nikel di kuartal I di US$ 14.000 - US$ 22.000 per ton dan sepanjang tahun berkisar US$ 10.000 - US$ 31.000 per ton.
Sementara alumunium pada kuartal I di US$ 2.100 - US$ 2.400 per ton dan sepanjang tahun berkisar US$ 1.500 - US$ 3.000 per ton. Adapun untuk timah di kuartal I pada rentang US$ 22,000 - US$ 27.000 per ton dan sepanjang tahun berkisar US$ 14.000 - US$ 34.000 per ton. Sementara tembaga di kuartal I US$ 7.900 - US$ 8.600 per ton dan sepanjang tahun US$ 7.000 - US$ 9.400 per ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto